Kamis 22 Feb 2018 22:00 WIB

Saksi: 'SN Grup' Dapat Fee 7 Persen dari Proyek KTP-El

Saksi mengaku tidak tahu apakah SN Grup mengacu Setnov atau Senayan

Ilustrasi KTP elektronik (e-KTP)
Foto: dok. Republika
Ilustrasi KTP elektronik (e-KTP)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur PT Java Trade Utama Johannes Richard Tanjaya mendapatkan informasi bahwa 'SN Grup' mendapat "fee" sebesar tujuh persen terkait proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-el). Johannes menjadi saksi dalam lanjutan perkara korupsi KTP-el dengan terdakwa mantan Ketua DPR RI Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (22/2).

"Kalau 'fee' saya tidak mengetahui langsung saya dapat info dari Bobby mengenai SN Grup. Ketika itu, Jimmy mengatakan bahwa Irvanto pernah cerita 'Senayan' dapat tujuh persen, Grup SN," kata Johannes.

Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby merupakan pegawai PT Java Trade Utama sedangkan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo merupakan keponakan Setya Novanto. Kemudian, Jaksa KPK pun mencoba konfirmasi kepada Johannes soal SN Grup tersebut.

"Maksud SN Grup?," tanya Jaksa KPK.

"Saya tidak tahu," kata Johannes.

"SN tuh Setya Novanto?," tanya Jaksa KPK kembali.

"Tidak tahu. Agak rancu juga pokoknya Bobby bilang Senayan Grup, SN Grup," ucap Johannes.

Namun, saat dikonfirmasi Jaksa apakah dirinya mengenal Irvanto yang merupakan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera itu, ia mengaku tidak mengenalnya. PT Java Trade Utama sendiri diketahui merupakan anggota konsorsium dari PT Murakabi Sajehtera dalam proyek pengadaan KTP-el.

Dalam perkara ini Novanto diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-el. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura Made Oka Masagung.

Sedangkan jam tangan diterima Setnov dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar proses penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp 2,3 triliun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement