Kamis 22 Feb 2018 14:22 WIB

KPK: Pengakuan Nazaruddin Harus Kami Uji

Nazaruddin menyebut seluruh ketua Fraksi DPR periode 2009-2014 menerima fee.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK masih mencermati pernyataan mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang menyebut seluruh ketua fraksi di DPR periode 2009-2014 mendapatkan aliran dana proyek KTP-Eleltronik (KTP-el). Sebelumnya, Nazaruddin mengungkapkan hal tersebut dalam persidangan lanjutan dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor, Senin (19/2) lalu.

"Keterangan-keterangan saksi termasuk Nazaruddin itu tentu kami cermati," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, Kamis (22/2).

Febri menuturkan, penyidik KPK tentunya akan menganalisis terlebih dahulu terkait validitas dan kekuatan bukti tersebut. Karena, tidak semua keterangan bisa langsung diterima sebagai sesuatu kebenaran.

"Kami harus uji terlebih dahulu, karena Nazar memang berkontribusi dan sejak penyidikan dia juga sudah menjelaskan banyak hal tapi apa yang ia jelaskan tentu harus diuji terlebih dahulu," tutur Febri.

Diketahui dalam sidang lanjutan terdakwa Setya Novanto, mantan bendahara umum Partai Demokrat itu mengungkapkan, semua ketua fraksi mendapatkan aliran dana dari proyek KTP-el dengan besaran fee yang bervariasi. KPK pun tak menampik telah mengantongi nama-nama yang diduga ikut menerima aliran uang korupsi KTP-el.

Bahkan, kata Febri, nama penerima aliran dana juga sudah diuraikan dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Dalam dakwaan itu disebutkan bahwa proyek KTP-el dikuasai oleh tiga partai yakni PDIP, Partai Golkar dan Partai Demokrat. Tak hanya itu dalam dakwaan tersebut disebut bahwa PDIP menerima sebesar Rp 80 miliar, Partai Golkar senilai Rp 150 miliar dan Partai Demokrat sebanyak Rp 150 miliar.

Sedangkan, saat pembahasan proyek ini bergulir Ketua Fraksi PDIP dijabat oleh Puan Maharani, Partai Golkar dijabat Setya Novanto dan Ketua Fraksi Partai Demokrat dijabat oleh Anas Urbaningrum. Namun, di pertengahan jalan Anas diganti oleh Jafar Hafsah.

Namun anehnya, sejak awal mengusut kasus ini, KPK belum pernah memeriksa Ketua Fraksi PDIP Puan Maharani. Padahal, Setya Novanto, Anas Urbaningrum dan Jafar Hafsah sudah berulang kali diperiksa tim penyidik.

Menurut Febri, KPK harus berhati-hati dalam menjerat pihak yang diduga ikut terlibat. Sehingga, pihaknya perlu waktu untuk membuktikan semua keterlibatan pihak-pihak tersebut.

"Apakah orang-orang tersebut akhirnya menerima sejumlah uang atau sejumlah fasilitas hal itu tentu perlu pembuktian lebih lanjut itulah yang sedang kita lakukan saat ini," kata Febri.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement