REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia (ICMI) meminta kepolisian tidak lambat memproses hukum oknum penyerangan dan penganiayaan terhadap pemuka agama di Indonesia. Walaupun, pelaku terkesan dianggap menderita sakit jiwa.
Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie mengatakan, agar kepolisian menindak tegas serta mengusut tuntas motif kekerasan yang dilakukan terhadap siapapun pemuka agama. "Mau ulama, pendeta, siapa saja pokoknya disikat saja itu. Tidak usah percaya dia mengaku sakit, gila. Pokoknya tangkap dulu, diproses," ujarnya di Kantor Pusat ICMI, Jakarta, Rabu (21/2).
Menurutnya, apabila pihak kepolisian bisa menindak tegas secara hukum terhadap kasus ini, maka masyarakat akan menilai kepolisian berpihak pada kebenaran. Masyarakat, kata Jimly, pasti menganggap aparat kepolisian telah bersikap tegas tanpa berpihak kepada kelompok atau golongan tertentu saja.
"Bergerak makin dewasa, aparat mendewasakan jadi polisi profesional. Tunjukkan kejadian dari segi pengamanan dan hukum pada kebenaran, bukan kelompok," ucapnya.
Seperti diketahui, setidaknya ada empat serangan terhadap ulama dan ustaz yang terkonfirmasi dalam tiga pekan terakhir ini. Serangan pertama menimpa Pengasuh Pondok Pesantren al-Hiadayah, Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Emon Umar Basyri, Sabtu (27/1).
Serangan kedua terjadi pada 1 Februari 2018 dengan korban Ustaz Prawoto, Komandan Brigade Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis). Prawoto meninggal dunia oleh serangan yang dilakukan oknum tetangga yang diduga alami gangguan kejiwaan.
Kemudian ada serangan terhadap seorang santri dari Pesantren Al-Futuhat Garut oleh enam orang tak dikenal. Ada juga seorang pria yang bermasalah dengan kejiwaannya bersembunyi di atas Masjid At Tawakkal Kota Bandung mengacung-acungkan pisau.
Dan pada Ahad (11/2), pendeta dan jemaat Gereja Santa Lidwina, Kabupaten Sleman, DIY, diserang. Empat jemaat luka-luka dan pendeta yang memimpin ibadah pun terluka akibat serangan menggunakan pedang.
Terakhir, penyerangan kembali dilakukan terhadap KH Halam Mubarok di Lamongan, Jawa Timur. Seluruh pelaku penyerangan terhadap pemuka agama tersebut ditengarai mengalami gangguan jiwa.