Selasa 20 Feb 2018 22:28 WIB

Janji Polri Tuntaskan Kekerasan kepada Ulama

Intruksi disampaikan kepada tiga kapolda.

Wakapolri Syafruddin
Foto: Republika/Wihdan
Wakapolri Syafruddin

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arif Satrio Nugroho/ Dadang Kurnia/ RR Laeny Sulistyawati

JAKARTA -- Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) kembali menegaskan akan menuntaskan kasus kekerasan terhadap tokoh agama di sejumlah daerah. Instruksi khusus disampaikan kepada tiga kapolda, yaitu Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogya karta, dan Jawa Timur.

Hal tersebut merupakan hasil rapat melalui konferensi video antara Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Polisi Syafruddin dan para kapolda di Pusat Pengendalian Krisis, Mabes Polri, Jakarta, Senin (19/2). Namun, rapat berlangsung tertutup setelah Syafruddin menyampaikan sambutan.

Dalam sambutannya, Wakapolri mengatakan, konferensi video memiliki pembahasan tunggal, yaitu pengamanan tempat-tempat ibadah, tokoh-tokoh agama, termasuk para ulama dan ustaz. "Itu pembahasan tunggal," katanya.

Syafruddin lantas meminta para kapolda menyampaikan kondisi dan situasi keamanan masing-masing daerah. Sebab, di ketiga daerah itu belakangan terjadi kasus kekerasan terhadap tokoh-tokoh agama.

Wakapolri meminta masukan, gambaran, dan pemecahan masalah dalam berbagai bentuk, mulai dari operasi rutin ataupun operasi khusus. Ia bahkan, berjanji akan berkunjung ke ketiga provinsi tersebut dalam waktu dekat demi memastikan instruksinya berjalan.

Berbicara seusai rapat, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto menyatakan, Polri serius untuk mengungkap kasus-kasus tersebut. Salah satu bentuk keseriusan Polri adalah mengirimkan tim khusus untuk mem-backup Polda Jabar, Polda DIY, dan Polda Jatim.

Menurut dia, langkah ini sangat penting mengingat kejadian terjadi secara beruntun. Apalagi, kasus- kasus yang ada berkembang liar dan penuh dengan isu-isu spekulatif. Terkait upaya di lapangan, Setyo menambahkan, pendekatan terhadap tokoh-tokoh agama tetap dilakukan. Sementara, teknis peningkatan keamanan di tempat-tempat ibadah ataupun tokoh-tokoh agama menjadi wewenang para kapolda.

Sejak awal tahun, terjadi rentetan kasus penyerangan pada tempat-tempat ibadah dan tokoh- tokoh agama. Mayoritas kasus dikaitkan dengan keterlibatan orang gila sebagai pelaku. Di mulai dari ancaman bom terhadap sebuah kelenteng di Karawang, Jawa Barat, Ahad (11/2). Kemudian, sebuah masjid di Tuban yang mengalami kerusak an kaca pada Selasa (13/2) dini hari.

Sementara, rangkaian penyerangan tokoh-tokoh agama dimu lai dari penganiayaan terhadap pimpinan Pondok Pesantren al-Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Umar Basri. Kiai Umar menjadi korban penganiayaan usai shalat Subuh di masjid, Sabtu (27/1).

Setelah itu, muncul kasus yang bahkan menyebabkan meninggalnya Komando Brigade PP Persis Ustaz Prawoto pada Kamis (2/2) pagi. Kemudian, peristiwa penyerangan seorang pastor di Sleman, Yogyakarta, Ahad (11/1). Penyerangan itu menyebabkan Pastor Romo Karl Edmund Prier terluka bersama lima orang lainnya. Terakhir, percobaan penyerangan terjadi terhadap KH Hakam Mubarok, yang merupakan pimpinan Pondok Pesantren Muhammadiyah Karangasem Paciran, Lamongan, Jawa Timur, Ahad (18/2).

Kepala Bidang Humas Polda Jatim Komisaris Besar Polisi Frans Barung Mangera mencoba meluruskan kasus penyerangan terhadap KH Hakam Mubarok. "Tersebar bahwa ada penyerangan terhadap kiai (Hakam Mubarak). Kami ingin meluruskan berita itu bahwa berita itu tidak benar. Pernyataan kiai sudah ada di Youtubebahwa yang bersangkutan tidak diserang," kata Frans di Mapolda Jatim, Surabaya, Senin (19/2).

photo
Silaturahim Kapolda Jabar dengan ulama

Menurut dia, kejadian yang benar adalah sang kiai ingin memindahkan si pelaku dari pendopo karena akan melaksanakan shalat. Si pelaku ternyata tidak terima dengan tindakan sang kiai sehingga melakukan perlawanan.

Frans juga memastikan, si pelaku memang mengalami gang guan jiwa. Bahkan, kata dia, masyarakat di sekitar pesantren sudah mengetahui yang bersangkutan gangguan jiwa karena memang sering berada di tempat tersebut. "Bahwa yang bersangkutan secara fisik, kita melihat, memang tidak memiliki daripada kenormalan sama sekali. Baik cara bicara, sorot mata, maupun tingkah lakunya," ujar Frans.

Namun, Polda Jatim akan tetap melakukan pemeriksaan intensif kepada sang pelaku. Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi psikis dan kondisi fisik yang bersangkutan. Alasan itu pulalah yang membuat Polda Jatim memutuskan membawa si pelaku ke RS Bhayangkara Surabaya.

Penjelasan serupa disampaikan Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Muhammadiyah Karangasem Paciran Mufti Labib. Ia membenarkan adanya penyerangan yang dilakukan pelaku orang gila terhadap KH Hakam Mubarak. Mufti Labib juga merupakan adik dari Kiai Hakam.

Ustaz Labib mengatakan, kronologi kejadian penyerangan tersebut sudah tepat seperti yang telah diberitakan. Ia membenarkan, pelaku justru menyerang Kiai Hakam lantaran kiai menyuruh pelaku pindah dari tempat saat ia duduk.

Menurut dia, Kiai Hakam memintanya pindah karena sudah memasuki waktu shalat Zhuhur. Namun, orang gila tersebut justru menantang dan melawan Kiai Hakam. Saat ini, pelaku sudah diamankan di Polres Lamongan. Akan tetapi, Ustaz Labib mengatakan bahwa identitas pelaku masih belum diketahui.

Tidak berhubungan

Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDKJI)

Bidang Komunikasi dan Kemitraan Dharmawan A Purnama mengatakan, tak ada hubungan antara orang yang alami gangguan jiwa berat dan penyerangan terhadap tokoh-tokoh agama. "Masih dibutuhkan diagnosis dan konsultasi lebih lanjut (untuk mengetahui hal ini)," katanya kepada Republika.co.id di Jakarta, Senin (19/2).

Sedangkan, Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Jakarta Aris Tambing enggan berkomentar banyak mengenai fenomena yang muncul belakangan. "Saya tidak bisa berkomentar masalah itu kecuali kalau ada kasusnya (di Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan), maka boleh ada pembahasan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement