REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memprotes pembangunan infrastruktur di Indonesia ternyata dikerjakan seperti sopir angkot (angkutan kota). Pembangunannya mengejar setoran dan mengabaikan keselamatan.
"Ya, seperti sopir angkot mengejar setoran. Yang penting pekerjaan selesai, tanpa mengutamakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan penumpangnya," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, Selasa (20/2).
Penegasan tersebut terkait dengan robohnya "bekisting pierhead" Tol Becakayu di dekat Pintu Tol Becakayu itu sehingga mengakibatkan tujuh orang mengalami luka dan sudah dievakuasi ke Rumah Sakit UKI, Selasa pagi sekitar pukul 03.00 WIB. Menurut Tulus, kecelakaan konstruksi terhadap proyek infrastruktur yang terjadi secara beruntun, dengan puluhan korban melayang, membuktikan hal itu.
"Kecelakaan konstruksi terjadi sebagai terbukti karena kegagalan konstruksi (construction failure). Ini membuktikan proyek konstruksi tersebut tidak direncanakan dengan matang dan atau pengawasan yang ketat dan konsisten," katanya.
Oleh karena itu, kata Tulus, pihaknya !menyampaikan kritik keras dan mendesak pemerintah untuk membentuk tim investigasi independen dengan tugas utama melakukan forensik "engineering". Hak itu untuk menyimpulkan apakah yang terjadi merupakan kegagalan dalam perencanaan konstruksi, kegagalan dalam pelaksanaan konstruksi, atau kegagalan dalam pengawasan konstruksi.
"Tim investigasi dimaksud sangat mendesak untuk mengaudit ulang terhadap proyek infrastruktur yang sedang berjalan," katanya.
Tulus juga menegaskan, jangan sampai proyek infrastruktur tersebut mengalami kegagalan konstruksi berulang saat digunakan konsumen. "Kita bisa bayangkan, korban masal akan terjadi jika kecelakaan konstruksi tersebut terjadi saat digunakan konsumen," kata Tulus.
Proyek Jalan Tol Becakayu merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk mulai 2014 dengan nilai kontrak Rp7,23 triliun dan memiliki panjang ruas 11 km.