Sabtu 17 Feb 2018 19:33 WIB

Penutupan Jalur Puncak Diperpanjang, PHRI Minta Penjelasan

Potensi longsor yang masih besar membuat penutupan terpaksa diperpanjang.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Indira Rezkisari
Situasi di simpang Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor, Selasa (13/2), yang sepi pasca penutupan jalur Puncak akibat longsor pada Senin (5/2).
Foto: Republika/Adinda Pryanka
Situasi di simpang Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor, Selasa (13/2), yang sepi pasca penutupan jalur Puncak akibat longsor pada Senin (5/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bogor menghormati keputusan kepolisian dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) terkait rencana perpanjangan waktu penutupan Jalur Puncak, Bogor. Dari rencana awal hanya berlangsung selama sepekan, penutupan jalur diprediksi berlangsung satu sampai tiga bulan.

Tapi, Ketua PHRI Kabupaten Bogor, Budi Sulistio, berharap, pihak terkait bisa memberikan penjelasan secara mendetail. "Hemat kami, pemberitaannya harus jelas, titik mana sampai mana yang ditutup," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Sabtu (17/2).

Budi menjelaskan, penjelasan tersebut dibutuhkan untuk menghindari kerugian lebih parah yang dialami para pelaku usaha pariwisata di area lain seperti kawasan Megamendung, Cipayung dan Cisarua. Sebab, persepsi masyarakat kini menganggap bahwa semua jalur Puncak rawan longsor. Padahal, hanya ada dua titik rawan, yakni Riung Gunung dan Gunung Mas.

Selama sepekan ini, Budi menilai, hotel maupun restoran di tiga area tersebut sudah terkena dampak dari isu penutupan jalur dan rawan longsor. Padahal, sampai saat ini, jalur-jalur itu dalam keadaan masih bisa dikunjungi oleh tamu yang akan berlibur, tuturnya.

Di samping itu, Budi juga berharap agar pihak terkait bisa menyelesaikan perbaikan jalur Puncak tidak dalam waktu lama. Ia menjelaskan, apabila terlampau lama dan berlarut, aktivitas perekonomian para pengusaha dan masyarakat Puncak sampai Cipanas tersendat.

Ketua Penelitian dan Pengembangan PHRI Kabupaten Bogor, Sofyan Ginting, menuturkan, dampak yang sudah dirasakan setelah penutupan jalur Puncak selama sepekan lebih adalah penurunan okupansi. Sementara hotel menurun 60 persen, restoran juga mengalami penurunan sitting occupancy 10 persen. "Dampak dirasakan di usaha di kawasan Cisarua dan sekitarnya," ujarnya.

Terkait rencana perpanjangan waktu penutupan jalur Puncak, Ginting melihatnya sebagai upaya menyelamatkan jiwa masyarakat yang sudah sepatutnya menjadi prioritas utama pemerintah. Ia pun memaklumi apabila pengerjaan mengalami hambatan akibat cuaca di kawasan Puncak yang kerap tidak kondusif.

Tapi, di sisi lain, Ginting melihat, percepatan perbaikan juga harus terus dilakukan. Di antaranya, dari segi pengadaan peralatan canggih dan sumber daya manusia yang sepatutnya dikerahkan secara maksimal. "Atau, lakukan pengawalan oleh pihak terkait jika ada yang mau melalui jalan Puncak," tuturnya.

Secara prinsip, Ginting mengungkapkan bahwa PHRI Kabupaten Bogor setuju dengan anjuran Polda Jabar dan Kemenpupera yang sudah mempertimbangkan berbagai hal. Hanya, ia berharap, jalan alternatif patut ditingkatkan, seperti dari segi penambahan fasilitas penerangan dan keamanan agar masyarakat tetap merasa nyaman saat melintas.

Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol Agung Budi Maryoto, menjelaskan, perkiraan perpanjangan waktu terkait perbaikan jalur Puncak bukan tanpa sebab. Menurut kajian yang dilakukan Kemenpupera, paling cepat sebulan selesai. Dari hasil kajian, bawah tanah jalur Puncak ini mengandung air yang berarti potensi longsor masih terus ada, ucapnya saat melakukan peninjauan ke Riung Gunung, Sabtu (17/2).

Agung menyebutkan, penyebab lainnya adalah keberadaan warung yang tersebar di titik-titik jalur Puncak. Lapak mereka diduga menutupi saluran air, sehingga air hujan yang seharusnya mengalir dengan lancar, jadi menumpuk. Akibatnya, tanah semakin gembur dan potensi longsor kian tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement