REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyidik Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota mengungkap motif pembunuhan satu keluarga di Perum Taman Kota Permai 2, Blok B6, RT 5, RW 12, Priuk, Kota Tangerang, awal pekan lalu. Tersangka Muchtar Effendi (60 tahun), yang merupakan pembunuh istri dan dua anak tirinya, telah merencanakan pembunuhan istrinya.
Kepala Polres Metro Tangerang Kota Kombes Harry Kurniawan mengatakan, ia membunuh dua anaknya karena panik lantaran diteriaki oleh anaknya yang terbangun saat ia membunuh istrinya. "Anak-anaknya terbangun dan meneriakinya sehingga dibunuh juga," kata dia, Jumat (16/2).
Kejadian itu berawal ketika ia adu mulut dengan istrinya, Ema (40 tahun), pada Senin (12/2) dini hari. Muchtar mengaku sempat dipukul oleh Ema.
Kemudian dia pergi ke kamar belakang mengambil sebilah belati yang dia simpan di dalam tas. Lalu ia kembali ke kamar depan dan langsung menusuk istrinya.
"Belati itu ternyata sudah disiapkan oleh pelaku," kata Harry.
Kemudian, pada saat pembunuhan itu, anak keduanya, Mutiara (11), terbangun dan berteriak dengan memanggil "mama mama mama". Panik tersangka langsung menikam Mutiara dengan belati tersebut.
Saat Muchtar melakukan pembunuhan kepada Ema dan Mutiara, Nova (19) juga ikut terbangun. Sebelum Nova sempat berteriak, pelaku langsung mencekiknya dan kemudian ditusuk dengan belati yang sama.
"Kedua anak itu adalah anak tirinya. Saat ini, barang bukti berupa pisau belati sepanjang 30 sentimeter, sudah diamankan di Polres Tangerang dan akan diproses," kata Harry.
Harry mengatakan, usai membunuh istri dan anak-anaknya, Muchtar melakukan percobaan bunuh diri. Harry membantah jika bunuh diri itu disebut hanya sekadar skenario. "Menurut keterangannya, dia bunuh diri karena sudah khilaf, jadi ya sudahlah, lalu dia bunuh diri, bukan skenario dia," kata Harry.
Senin itu, warga Priuk digegerkan oleh penemuan mayat satu keluarga dengan kondisi mengenaskan. Mayat Ema, Nova, dan Mutiara ditemukan dalam kamar depan dengan luka tusukan. Sementara Muchtar berada di kamar berbeda yang juga mendapat luka tusukan.
Awalnya, Muchtar ditetapkan sebagai korban dan saksi utama. Namun, Selasa (13/2), Muchtar mengakui telah membunuh keluarganya dan menyakiti diri sendiri. Saat itu, polisi kesulitan menggali informasi detail karena kondisi tersangka yang masih lemah dan tak mampu berkomunikasi.
Harry juga mengatakan, Muchtar meminta tolong kepada polisi untuk menyampaikan pesannya yang berisi penyesalan kepada para keluarga istri. "Kemarin kita temui di RS Polri, kita minta keterangan tersangka yang disaksikan penyidik, juga oleh penjaga di Ruang Melati Dua. Dalam proses keterangan itu ia menitipkan pesan," ujarnya.
Pesan tersebut berisi: "Saya minta maaf karena telah melakukan ini, bukan karena saya tidak khilaf, saya khilaf. Maka dari itu saya minta maaf sama keluarga, dan keluarga istri saya. Saya minta maaf. Saya minta maaf."
Harry mengatakan, dokter forensik baru bekerja kembali usai melakukan pengamanan jenazah ketiga korban. Saat ini polisi juga berkoordinasi dengan RS Polri Kramat Jati, untuk menindaklanjuti proses penyidikan, yakni untuk meminta keterangan tersangka.
"Kami juga berkoordinasi dengan RS Polri terkait masalah proses kesehatan tersangka, dari sisi kejiwaan dan medis lainnya," kata Harry.
Menurut Haryy, penyidik Polres Metro Tangerang Kota juga sudah mendapatkan beberapa petunjuk tambahan. Pengakuan awal Muchtar, ia dan istrinya sudah memiliki beberapa masalah lainnya sehingga pembunuhan itu bukan hanya didasari atas masalah kredit mobil yang tidak terpenuhi.
Sementara, Kabid Pelayanan Medik dan Perawatan RS Polri Kramat Jati dokter Yoyok Witarto menyebutkan, pihaknya masih terus melakukan pemeriksaan terhadap tersangka. Kondisi tersangka pun sudah berangsur membaik dan sudah bisa diajak berkomunikasi.
"Komunikasi baik, bisa menerima asupan nutrisi, tersangka relatif membaik dibandingkan hari Senin (pertama dibawa). Untuk psikologis ditangani psikiater dan masih dilakukan observasi untuk melihat gangguan kejiwaannya," kata dokter Yoyok.
Muchtar dijerat dengan pasal 338 tentang Pembunuhan juncto Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Ia terancam hukuman penjara seumur hidup. (Pengolah: ilham tirta).