Senin 12 Feb 2018 17:45 WIB

'PBB tak Bisa Tekan Indonesia Soal LGBT'

Perluasan pasal zina, kata Syafii tetap harus dalam koridor delik aduan.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Tolak LGBT/Ilustrasi
Tolak LGBT/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Kitab Undang undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dari Fraksi Partai Gerindra Muhammad Syafii menegaskan, semangat anggota Panja RKUHP sejak awal hingga sekarang, soal perluasan pasal perzinaan dan perilaku Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT), masih sama.  Dia menegaskan tidak ada pihak luar yang bisa menekan Panja agar mengubah soal delik pidana perluasan pasal perzinaan di KUHP.

"Acuan di Indonesia adalah Pancasila dan UUD 45. Ini jelas berbeda dengan negara lain. Jadi, tidak bisa negara lain atau PBB menekan Indonesia soal penerapan hukum di Indonesia," ungkap Syafii kepada wartawan, Senin (12/2).

Kalaupun ada perbedaan pendapat, menurutnya tidak mengubah semangat anggota panja soal perluasan pasal perzinaan tersebut. Terbaru, ungkap Syafii adalah kesepakatan pidana perzinaan harus tetap dalam koridor delik aduan.

Hal ini karena Panja tidak ingin terlalu masuk ke dalam urusan privat masyarakat, tetapi aturan pidana tetap memegang norma yang ada di masyarakat. Misalnya, kata dia menjelaskan, perluasan perzinaan yang terlarang dilakukan laki-laki dan perempuan yang salah seorang atau dua-duanya sudah menikah.

"Kalau dalam KUHP yang baru walaupun keduanya belum menikah itu tetap dikenai tindakan pidana perzinaan. Jadi ini, ada perluasan," kata dia.

Kemudian juga dianggap ada unsur pidana bila perzinaan dilakukan sesama jenis, baik perempuan dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Itu yang dikenal kini dengan istilah LGBT.

Kemudian persoalan perkosaan dalam KUHP yang baru juga akan diperluas tindak pidananya. Ia mengungkapkan yang membedakan, kalau dulu unsur pidana ketika perkosaan oleh laki-laki terhadap perempuan, kalau sekarang diperluas.

Kini perkosaan bisa memiliki pidana walaupun dilakukan perempuan terhadap laki-laki atau laki-laki terhadap laki-laki, dan perempuan terhadap perempuan. Termasuk perkosaan terhadap anak-anak apa pun jenis kelaminnya akan terkena unsur pidana.

"Tapi tetap koridornya delik aduan, dalam artian menjadi unsur pidana asalkan ada pihak yang melaporkan," ujar Syafii.

Perbedaannya dengan delik aduan yang dahulu, di KUHP yang lama pihak yang boleh mengadu soal perzinaan cuma suami atau istri yang dirugikan. Tapi delik aduan di KUHP yang sekarang siapa pun bisa melaporkan ke polisi.

"Tidak hanya suami atau istri yang dirugikan atas perzinaan atau perkosaan tersebut. Masyarakat dan orang tua juga bisa melaporkan atas tindak perzinaan atau perkosaan tersebut," jelasnya.

Namun ia tidak menampik istilah suka sama suka dalam perzinaan di KUHP yang baru ini bisa lolos dari unsur pidana, bila tidak ada yang mengadukan ke polisi. "Jadi wilayah privasi pembatasnya itu adalah delik aduan tadi," kata anggota DPR asal Sumatra Utara ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement