Kamis 08 Feb 2018 12:43 WIB

Fredrich: Setnov Dipaksa Penyidik KPK Cabut Surat Kuasa

Fredrich menilai KPK telah menyusun dakwaan palsu.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Tersangka kasus merintangi penyidikan perkara korupsi KTP Elektronik Fredrich Yunadi tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (22/1).
Foto: ANTARA FOTO
Tersangka kasus merintangi penyidikan perkara korupsi KTP Elektronik Fredrich Yunadi tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (22/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advokat Frederich Yunadi didakwa merintangi penyidikan kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el bersama-sama dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo. Mantan kuasa hukum Setya Novanto itu diduga dengan sengaja melakukan rekayasa agar Novanto dirawat inap di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, pada pertengahan November 2017.

Menanggapi dakwaannya tersebut, Fredrich menilai Jaksa KPK telah membuat dakwaan palsu. Menurut Fredrich, Setya Novanto dipaksa oleh penyidik untuk mencabut 12 surat kuasa pernah diberikan Novanto kepada dirinya termasuk surat kuasa pelaporan dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang.

"Mereka (penyidik) dengan berbagai upaya memaksa pak Setnov untuk mencabut surat kuasa saya. Saya bilang itu hak daripada pak Setya Novanto, jadi monggo pak Setnov mau cabut atau tidak. Tapi itu adalah delik umum, dicabut atau tidak delik tersebut wajib ditindaklanjuti," tutur Fredrich di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/2).

Baca: Fredrich Didakwa Merekayasa Agar Setnov tak Diperiksa KPK.

Fredrich menegaskan ia memiliki bukti yang kuat meskipun di dalam dakwaan banyak poin yang menyebutkan dirinya memalsukan. Menurutnya, justru penyidik KPK lah yang melakukan rekayasa itu semua. "Saya akan membuktikan bagaimana mereka merekayasa.Saya minta penegak hukum yang adil, saya akan tunjukan buktinya," tegasnya.

Fredrich didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Ancaman pidana bagi Fredrich dalam dakwaannya adalah penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement