Kamis 08 Feb 2018 04:06 WIB

Ini yang Terjadi Bila Pasal Penghinaan Presiden Masuk KUHP

Gangguan dan kemunduran demokrasi sangat potensial terjadi.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andi Nur Aminah
Ilustrasi Penghinaan Presiden
Foto: Republika On Line/Mardiah diah
Ilustrasi Penghinaan Presiden

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Universitas Indonesia, Junaedi menilai Indonesia terancam menjadi negara 'Police State' bila pasal penghinaan presiden tetap dipaksakan masuk Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Apalagi jika sampai kemudian disahkan DPR. "Jika disahkan akan semakin menguatkan Police State," kata Junaedi kepada wartawan, Rabu (7/2).

Police State yang ia maksud adalah polisi dibawah eksekutif. Terlebih polisi bisa menindak tanpa ada laporan. "Maka akan berpotensi digunakan untuk memukul oposan atau kritikus pemerintah," katanya menambahkan.

Bila ini dibiarkan, tentu memberi nilai negatif bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Sehingga gangguan dan kemunduran demokrasi sangat potensial terjadi. Karena itu ia berharap DPR bisa mempertimbangkan secara matang kerugian ini.

Soal munculnya pasal penghinaan presiden di rancangan KUHP ini, baginya cukup mengherankan. Sebab sebelumnya hal ini sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Jika kembali dipaksakan dan bersikeras ingin ditetapkan sebagai pasal KUHP, ia menilai akan rentan untuk dibatalkan kembali. "Sehingga untuk apa ditetapkan jika nanti dibatalkan. Secara norma sudah dianggap bertentangan dengan konstitusi sehingga harusnya enggak perlu masuk (KUHP) lagi," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement