Rabu 07 Feb 2018 20:07 WIB

Sebanyak 23 Ribu Desa Belum Tersentuh PAUD

Masih ada sekitar 6,2 juta anak atau 34 persen anak belum memperoleh layanan PAUD

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Hazliansyah
Direktur Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat Harris Iskandar menyampaikan paparannya saat wawancara di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (5/2).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Direktur Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat Harris Iskandar menyampaikan paparannya saat wawancara di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (5/2).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Sebanyak 23.737 desa belum memiliki fasilitas pendidikan anak usia dini (PAUD). Dari data tersebut, menunjukkan masih ada sekitar 6,2 juta anak atau 34 persen anak belum memperoleh layanan PAUD. Padahal, peningkatan kualitas dan kuantitas Paud Telah masuk dan Program Prioritas Pendidikan Nasional.

Dirjen PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Harris Iskandar, mengatakan, hingga saat ini kampanye program satu desa satu PAUD masih terus digulirkan. Menurut dia, sampai tahun 2017 tercatat 70,50 persen atau 56.739 desa telah memiliki PAUD, dari total 80.476 desa di seluruh Indonesia.

"Saat ini angka partisipasi kasar (APK) PAUD telah menunjukkan persentase yang cukup baik yaitu 74,8 persen. Ini kabar yang menggembirakan jika dibandingkan dengan 10 tahun kebelakang," ungkap Haris pada kegiatan Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan di Sawangan, Depok, Rabu (7/2).

Haris mencatat, setidaknya ada tujuh persoalan mendasar terkait pelaksanaan PAUD di daerah perbatasan. Pertama, masih rendahnya APK anak usia dini, terutama usia 3-4 tahun yang memperoleh layanan PAUD diberbagai layanan PAUD. Kedua, terbatasnya sarana, prasana, dan fasilitas yang tersedia dilembaga layanan PAUD, serta pada umumnya belum sesuai standar yang ditetapkan.

Ketiga, masih terbatasnya jumlah pendidik dan tenaga kependidikan PAUD yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi yang ditetapkan, serta pada umumnya belum memperoleh perlindungan, kesejahteraan, dan penghargaan yang memadai.

Adapun keempat, dia melanjutkan, belum semua desa di daerah perbatasan memiliki lembaga layanan PAUD. Kelima, terbatasnya dukungan dana (APBN, APBD, dan partisipasi masyarakat) untuk mendukung pelepasan layanan PAUD di daerah perbatasan.

Keenam, masih terbatasnya sosialiasi pentingnya layanan PAUD berkualitas kepada masyarakat dan pemangku kepentingan. Terlahir, persoalan kemiskinan yang dihadapi masyarakat perbatasan.

"Kami menargetkan agenda pendidikan 2030 untuk PAUD adalah memastikan seluruh anak laki-laki dan perempuan memperoleh akses terhadapku perkembangan, perawatan dan pendidikan pra-SD (PAUD) yang bermutu," kata Haris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement