Rabu 07 Feb 2018 18:44 WIB

Warga Rawajati: Kita Gak Mau Direlokasi

Sempat ada isu warga akan direlokasi ke rumah susun.

Rep: Mg01/ Red: Teguh Firmansyah
Suasana kondisi lumpur di Kawasan Rawajati pasca banjir, Jakarta, Selasa (6/2).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Suasana kondisi lumpur di Kawasan Rawajati pasca banjir, Jakarta, Selasa (6/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Genangan air bercampur lumpur padat berwarna cokelat masih menggenang di sudut-sudut rumah dan gang sempit di Jalan Bina Warga, Kelurahan Rawa Jati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Banjir merendam ratusan rumah yang kebanyakan bertingkat dua itu.

Air mulai merendam kawasan tersebut sejak Senin (5/2), setinggi lebih dari tiga meter, air mulai datang sejak pagi, namun hanya sebatas pinggiran sungai. Menjelang malam, air mulai masuk ke perumahan warga sangat deras sehingga dalam waktu beberapa jam saja air sudah memenuhi sudut perkampungan.

Pada Rabu (7/2) pagi, air sudah mulai surut, namun menyisakan banyak sampah dan lumpur setinggi sekitar 20 sentimeter. Terlihat warga saling gotong royong menyemprot lumpur yang berada di jalaan dan rumah tersebut dengan air yang dialirkan dengan mesin diesel dari lubang sumur warga.

Secara bergantian mereka menyemprotkan air dari gang satu ke gang lainnya, dari rumah satu ke rumah lainnya. Seluruh pakaian basah dan dipenuhi lumpur sejak banjir yang merendam seluruh barang-barang termasuk pakaian mereka.

Jalan Bina Warga terletak persis di samping aliran Sungai Ciliwung berada dekat dengan Plaza Kalibata. Area perkampungan tersebut terbilang cukup rendah. Tak jauh dari lokasi banjir, terdapat sebuah posko banjir yang didirikan oleh masyarakat RW 7 Kelurahan Rawa Jati.

Terdapat 388 keluarga lebih dari 1.000 lebih jiwa dari enam RT yang terdampak dan terpaksa untuk mengungsi. Posko itu sendiri tidak dapat melayani ribuan warga yang rumahnya tenggelam itu, hanya bisa memberikan nasi siap santap sebanya 300 jiwa.

Aroma telur goreng tercium dari penggorengan besar yang kokinya adalah dua orang wanita dan seorang pemuda. Koki dadakan tersebut terlihat sangat antusias memasak, tak kalah dengan gotong royong warga lain yang membersihkan lingkungannya dari lumpur bekas banjir.

Selesai dimasak lauk dan nasi dipindahkan ke tempat lain untuk dibungkus, ibu-ibu dengan penuh canda dan tawa tak terlihat letih membungkus makanan yang akan dibagikan ke warga meski sudah dua hari tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Banjir yang melanda Jalan Bina Warga, Rawa Jati memang setiap tahun datang, namun tak separah tahun 2018 ini, dan tahun 2013, serta tahun 2007 lalu. Namun, terlihat warga seperti sudah menjadi sahabat bagi banjir yang senantiasa datang, meski harus capek-capek ketika banjir pergi.

Normalisasi Sungai Ciliwung menjadi salah satu solusi untuk mengurangi banjir yang melanda Ibukota, isu relokasi atau bahasa kasarnya penggusuran sejak lama sudah terdengar oleh warga Rawa Jati, khususnya di Jalan Bina Warga.

Namun, menurut salah satu warga, Eva Muriyana yang telah tinggal di daerah tersebut sejak lahir pada tahun 1980-an hingga kini, ia belum mendengar informasi resmi terkait rencana normalisasi Sungai Ciliwung dengan merelokasi warga di Rawa Jati tersebut.

Ia dan warga lain tidak setuju, tak ingin tempat tinggal yang sudah dihuni selama puluhan tahun sejak orang tuanya dahulu itu digusur dan pergi ke tempat lain. "Kita gak mau direlokasi, belum tentu di tempat kita pindah kita bisa hidup sejahtera, di sini enak dekat dari mana-mana," katanya.

 

Baca juga, Jakarta Dihantui Banjir.

 

Eva mengaku, sempat juga ada isu soal warga yang akan direlokasi dan digantikan dengan rumah susun (rusun), warga sama sekali tidak setuju dengan ini. Menurutnya, lingkungan di rusun tidak baik untuk anak-anaknya. Mereka ingin jika memang ada ganti rugi, nilainya harus sesuai, atau semua warga dipindahkan ke dalam satu area yang sama dengan masing-masing satu rumah tidak dengan rusun.

Ketua RW 7 Kelurahan Rawa Jati Sari Budi Handayani mengatakan, memang benar isu relokasi sudah aja sejak lama namun, ia diminta untuk tidak memikirkannya pusing-pusing karena belum juga ada omongan resmi soal rencana relokasi tersebut.

Sebenarnya, menurut Handayani, jika misalnya memang ada relokasi dan rumah warga dijual apakah harganya sudah sesuai. "Masyarakat lebih memilih untuk tetap tinggal jika memang harga yang ditawarkan tidak sesuai," katanya.

Tak ingin ikut dalam riuh wacana, logikanya, kata Handayani seandainya direlokasi, belum tentu tempat baru nanti itu tempatnya strategis. Karena warga di Rawa Jati kebanyakan memiliki usaha atau tempat kerjanya dekat dengan perkampungan tersebut.

Belum lagi jika tempat barunya itu hanya dua kamar karena di tempat tinggal warga saat ini, banyak yang pada awal rumahnya hanya beralas tanah dan menjadi ubin, kemudian satu lantai, dan berubah jadi dua lantai. "Apakah relokasi itu bisa membuat kita sejahtera," kata Handayani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement