REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Eko Widiyatno, Andrian Saputra
Tak seperti biasanya, lapangan di SMP Al-Irsyad Purwokerto masih ramai dengan siswa-siswi selepas upacara bendera, Senin (5/2) kemarin. Mereka, yang biasanya langsung ke kelas mengikuti kegiatan belajar mengajar, hampir seluruhnya tinggal di lapangan.
Beberapa siswa bergantian naik ke podium yang ditempatkan di lapangan tersebut. ''Tidak sepantasnya seorang pelajar menganiaya gurunya seperti itu. Guru bahkan seharusnya diperlakukan dengan hormat, karena telah memberikan ilmunya pada kita,'' kata Agung Vario Elmar Putra, siswa kelas VII di hadapan ratusan kawan-kawannya.
Setelah beberapa anak bergantian menyuarakan pandangan dalam mimbar bebas, digelar aksi teatrikal yang dilakukan para siswa. Dalam aksi teatrikal itu digambarkan, bagaimana seorang guru yang dengan ikhlas mengajar, menjadi korban kekerasan anak didiknya.
Kemarin tak bertepatan dengan Hari Guru ataupun Hari Pendidikan Nasional. Yang dilakukan para siswa tersebut, berkaitan dengan kejadian nun di SMAN 1 Torjun, Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Seorang guru di sekolah itu, Ahmad Budi Cahyono (26 tahun), meninggal dunia setelah dipukul salah seorang siswanya yang tak terima dengan cara sang guru menegur pada Kamis (1/2) lalu.
Dalam aksi kemarin, ratusan murid SMP Al-Irsyad juga para guru menggelar berbagai kegiatan, seperti aksi mimbar bebas, aksi teatrikal, tausiyah, dan ditutup dengan aksi penggalangan dana yang akan disalurkan kepada keluarga almarhum Ahmad Budi Cahyono.
Kepala SMP Al-Irsyad Purwokerto, Sudrajat, menyebutkan, aksi itu digelar sebagai bentuk keprihatinan siswa dan pengajar di sekolahnya terhadap tragedi tersebut. ''Kita ingin mengetuk dan menyentuh hati kita semua mengenai pentingnya pendidikan adab, pendidikan karakter, dan pendidikan akhlak kepada anak-anak kita,'' kata dia, kemarin.
Dia berharap kasus kekerasan terhadap guru, terlebih oleh siswanya sendiri, tidak terjadi lagi dalam dunia pendidikan di Tanah Air. Untuk itu, dia meminta aparat penegak hukum memproses kasus kekerasan secara adil.
''Kami juga meminta kalangan pendidik untuk memberikan contoh yang baik agar anak didiknya juga berperilaku hormat pada kita. Termasuk juga para orang tua, agar memperhatikan perkembangan kejiwaan anaknya,'' kata dia.
Aksi tak hanya digelar di Purwokerto. Ratusan siswa-siswi serta para guru di Yayasan Pendidikan Islam Diponegoro, Solo, juga melakukan Shalat Ghaib dan doa bersama untuk Ahmad Budi Cahyono, kemarin. “Kami ingin mengajak anak bisa saling menghargai karena bagaimanapun berkahnya ilmu ada di ridha para guru,” kata Kepala Sekolah SMP Islam Diponegoro, Namara Dirgantara.
Dalam kesempatan tersebut, para siswa juga diajak untuk bermuhasabah diri dan memahami perjuangan guru. Mereka pun antusias saat menyaksikan pemutaran video kisah perjalanan seorang guru untuk mengajar. “Saya ingin siswa ini punya karakter, kami sangat prihatin dengan apa yang menimpa almarhum. Tapi semua ada hikmah, kita harua lebih belajar menyayangi dan menghormati,” kata dia.
Peristiwa yang menghentak negeri dari Sampang itu terjadi sekitar pukul 13.00 WIB, Kamis (1/2). Kala itu, menurut keterangan pihak kepolisian, Ahmad Budi Cahyono tengah mengisi pelajaran seni melukis di halaman kelas XII SMAN 1 Torjun.
Seluruh siswa sibuk mengikuti instruksi Budi, kecuali seorang muridnya berinisial HI. Budi kemudian menegur HI agar mengerjakan tugas seperti teman-temannya. Karena HI tak patuh, Budi menggoreskan kuas dengan cat ke pipi HI.
Alih-alih mengerjakan tugas, sang murid meradang dan mengata-ngatai Budi. Sehubungan kata-kata tak sopan itu, Budi mencoba memukul HI dengan kertas absen. Kertas ditangkis, HI pun langsung menghujamkan pukulan ke pelipis sebelah kanan Budi hingga yang bersangkutan tersungkur. Perkelahian itu sempat dilerai. Pelaku lalu meminta maaf.
Adik korban, Siti Choirun Nisak Ashari, menuturkan, Ahmad Budi kemudian menceritakan kasus itu setelah muntah selepas tidur setibanya di rumah sekitar pukul 13.00 WIB. "Kami lalu menghubungi teman Mas Budi, dan membenarkan kakak saya telah dianiaya muridnya sendiri," ujar Nisak, pekan lalu.
Budi sempat menunjukkan bagian lehernya yang terkena pukulan siswa nakal itu. Budi tak sadarkan diri. Keluarga akhirnya membawa Budi ke IGD RSUD Sampang. Karena pihak rumah sakit di Sampang tak mampu menangani, akhirnya dia dirujuk ke RSUD Dr Soetomo Surabaya.
Pada Kamis malam sekitar pukul 22.00 WIB, Budi mengembuskan napas terakhir. Hasil diagnosis dokter, Budi mengalami gegar otak dan pembuluh darah pecah. Ia meninggalkan istri bernama Sianit Sinta (22) yang tengah hamil pada usia kandungan lima bulan.
Kisah penganiayaan terhadap guru yang mencuri perhatian khalayak bukan pertama kalinya. Selain di Sampang, kejadian seperti itu juga terjadi di daerah lain. Pada November 2017, seorang guru honorer SMAN 1 SP Padang, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, ditusuk muridnya dengan kunci motor.
Pada Oktober tahun lalu, seorang guru di SMAN I Kendari, Sulawesi Tenggara, juga dianiaya murid dan orang tuanya hingga mesti dirawat di rumah sakit. Pada bulan yang sama, sorang guru SDN Pelahari 7, Tanah Laut, Kalimantan Selatan, juga dianiaya orang tua murid.
Pada September 2017, seorang guru Pesantren Syekh Abdurrauf Assingkily juga dianiaya oleh orang tua santri di Pangkalan Sulampi, Kabupaten Aceh Singkil. Sedangkan pada Juni 2017, seorang guru SMPN 11 Kota Bima, NTB, harus dirawat di rumah sakit setelah dikeroyok wali murid.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri, meminta agar penanganan kasus kekerasan yang terjadi di sekolah tidak diselesaikan secara mendadak dan sebagian, tetapi harus secara menyeluruh. ”Tapi jadikan ini menjadi perbaikan sistem pendidikan kita, terutama proses belajar mengajar beserta kode etiknya," ujar Abdul Fikri, kemarin.
Abdul Fikri mengungkapkan, sudah banyak kasus, seperti guru yang dilaporkan oleh wali murid karena dituduh menganiaya muridnya hingga sebaliknya, murid diduga menganiaya gurunya. Menurut dia, saat ini adalah waktu yang relevan bagi pihak-pihak yang peduli masalah itu untuk segera mengusulkan regulasi komprehensif kepada pemerintah atau DPR. (antara, Pengolah: fitriyan zamzami)