Selasa 06 Feb 2018 06:59 WIB

Kasus HIV Sleman Tertinggi di DIY

Angkanya hampir mencapai 1.000 kasus

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Hazliansyah
 Petugas kesehatan menunjukan darah yang telah diambil untuk kemudian di tes HIV (ilustrasi) (Republika/Raisan Al Farisi)
Petugas kesehatan menunjukan darah yang telah diambil untuk kemudian di tes HIV (ilustrasi) (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kasus HIV yang muncul di Kabupaten Sleman ternyata cukup tinggi. Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Bidang Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Dulzaini mengungkapkan, angkanya hampir mencapai 1.000 kasus.

"Kabupaten Sleman paling banyak kasusnya dibanding dengan kabupaten/kota yang lain di DIY yaitu mencapai 915 kasus," kata Dulzaini saat Rakor Kebijakan Kolaborasi TB-HIV.

Angka itu lebih tinggi dari Kota Yogyakarta yang memiliki kasus HIV sebanyak 859 kasus, Kabupaten Bantul sebanyak 857 kasus dan Kabupatun Kulonprogo jadi yang tersedikit yaitu 201 kasus. Belum terkumpul data untuk Kabupaten Gunungkidul.

Data kasus HIV berdasarkan umur secara nasional, penderita paling banyak terjadi pada usia 20-29 tahun sebanyak 1.218 kasus, 30-39 tahun dengan 1.135 kasus, 40-49 tahun dengan 642 kasus dan 50-59 tahun dengan 336 kasus.

Selain itu, sebanyak 73 kasus HIV ditemukan untuk penderita usia di atas 60 tahun. Sedangkan, kasus HIV yang paling kecil secara nasional terjadi pada usia kurang dari satu tahun yaitu 24 kasus.

Terkait Eliminasi Tuberculosis (TB) di Indonesia 2035 sebagai visi Indonesia Bebas TB, telah diawali pada 2016 lalu dengan peluncuran strategi TOSS-TB. Meliputi peta Eliminasi TB, penemuan intensif, atif, masif dan kemitraan, serta mobilisasi sosial.

"Sedang target dampak pada 2020 yaitu 30 persen penurunan insiden TB, 40 persen penurunan kematian TB jika dibandingkan 2014," ujar Dulzaini.

Target dampak 2015, 50 persen penurunan insiden, 70 persen penurunan kematian dibanding 2014. Target dampak 2030, 80 persen penurunan insiden, 90 persen penurunan kematian, dan target dampak 2035, 90 persen penurunan insiden, 95 penurunan kematian dibanding 2014.

Ia mengingatkan, untuk mencegah TB tentu perlu perilaku hidup bersih dan sehat, dan salah satu yang paling mudah dengan membuka jendela dan pintu setiap pagi. Tujuannya, agar udara dan sinar matahari masuk.

Selain itu, bisa dilakukan dengan tidak merokok dan minum minuman keras. Kerawanan sendiri ada pada anak, lanjut usia, mereka yang tinggal di lingkungan kumuh, lapas atau rutan, asrama maupaun pesantren.

Dulzaini menilai, yang perlu diketahui masyarakat yaitu TB bukan penyakit keturunan, namun penyakit yang disebabkan kuman. Artinya, dapat menular dari penderita kepada orang lain, menular langsung melalui percik renik di udara.

Pengobatan TB memakan waktu cukup lama dan tidak boleh terputus. Tahap awal sekurangnya enam bulan atau empat bulan setelah konversi biakan, dan lama pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan paling sedikit 18 bulan setelah terjadi konversi biakan.

Untuk lama pengobatan berkisar 19-24 bulan yang terdiri dari pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan. Keterkaitan TB dan angka kematian wanita merupakan angka kematian ibu akibat persalinan yang mencapai 10.488 per tahun atau 228 per 100.000 persalinan.

"Sedang TB penyebab kematian ibu nomor tujuh dan nomor satu untuk indiret obstetric death," ujar Dulzaini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement