REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nota kesepahaman atau MoU TNI-Polri terkait perbantuan TNI dinilai menyalahi Undang-Undang (UU) TNI. Presiden dan DPR RI pun diminta untuk mengevaluasi MoU tersebut.
"Pembuatan MoU ini menyalahi UU TNI karena diinisiasi dan ditandatangai oleh Panglima TNI dan Kapolri dan bukan atas dasar keputusan Presiden sebagai panglima tertinggi kedua institusi tersebut," ujar Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani melalui keterangan persnya, Sabtu (3/2).
Selain itu, Yati menyebutkan, materi muatan dalam MoU tersebut belum menyentuh mekanisme insiasi tugas perbantuan yang seharusnya melibatkan keputusan otoritas sipil. Baik itu di tingkat pusat maupun daerah.
"MoU TNI dan Polri terkait perbantuan dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat tumpang tindih dengan tiga UU lain," jelasnya.
Tiga UU lain itu yakni UU No. 2/2002 tentang Polri, UU No. 34/2004 tentang TNI, dan UU No. 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Yati menuturkan, ketiga UU tersebut tidak memberikan penjelasan dan ruang diskresi atas Polri dan TNI dalam melaksanakan tugasnya berkaitan dengan tugas perbantuan melalui panduan setingkat MoU.
Ia kemudian juga meminta Presiden dan DPR RI sebagai otoritas representasi kontrol sipil segera untuk mengevaluasi MoU tersebut. Selama ini, kata dia, pembuatan MoU tidak didasarkan pada keputusan politik negara antara pemerintah melalui Presiden dan DPR.
"Situasi ini akan terus terjadi jika otoritas sipil (Presiden dan DPR RI) tidak melakukan kewenanganya dalam melakukan kontrol terhadap TNI dan Polri," ungkap Yati.
Yati juga menginginkan pemerintah untuk segera membentuk UU Perbantuan TNI. Itu diperlukan untuk mengatur secara jelas kewenangan TNI untuk terlibat dalam operasi militer selain perang (OMSP) dalam banyak bidang lainnya.
"Seperti operasi kontraterorisme hingga perbantuan dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat," lanjut dia.
Menurut Yati, hal itu menjadi teramat penting karena kondisi di lapangan masih banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh anggota TNI dan Polri dalam menjalankan kewenangannya. Pelanggaran yang hingga hari ini masih menyisakan ruang akuntabilitas atau pertanggungjawaban yang lemah.