Jumat 02 Feb 2018 18:55 WIB

Polisi akan Autopsi Jasad Guru Budi

Autopsi dilakukan untuk mencari penyebab kematian.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Kadiv Humas Polri Setyo Wasisto.
Foto: Mahmud Muhyidin
Kadiv Humas Polri Setyo Wasisto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Polisi akan melakukan autopsi Jasad guru seni rupa SMAN 1 Torjun Kabupaten Sampang, Ahmad Budi Cahyono yang diduga tewas usai dipukuli oleh siswanya, MH. Hal itu dilakukan untuk mengetahui adanya keterkaitan antara pemukulan dan tewasnya guru tersebut.

 

"Sebaiknya di autopsi untuk mencari penyebab kematian, dan penyebab kematian nanti akan bisa ungkap apa yang terjadi dan kira-kira siapa pelakunya," ucap Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto dikantornya, Jakarta, Jumat (2/2).

 

Setyo menjelaskan, awal mula pemukulan itu terjadi saat guru tersebut menegur MH karena ketika mata pelajaran seni rupa dimulai siswaitu kerap jail kepada teman-temannya. Namun, MH mengabaikan teguran dari gurunya tersebut.

 

Budi pun kembali menegur MH karena tidak berhenti mengerjai kawan-kawannya yang sedang mengerjakan tugas. Setelah kembali ditegur, MH justru tidak terima. Dia malah memukul Ahmad di bagian kepala.

 

Sebenarnya, kata Setyo setelah insiden pemukulan itu, Ahmad dan MH sudah dimediasi oleh Kepala Sekolah. Namun, saat perjalanan pulang, guru tersebut ambruk. "Tetapi setelah pulang ke rumah, merasa badan sakit dibawa ke rumah sakit. Ternyata dokter katakan sudah menyerang ke batang otak, pembuluh darah," ucap Setyo.

 

Oleh karena itu, menurut Setyo, autopsi itu dibutuhkan untuk membuktikan tewasnya Ahmad berkaitan dengan insiden pemukulan yang dilakukan oleh MH. "Sehingga dibawa ke rumah sakit dan meninggal dunia. Kami prihatin didunia pendidikan terjadi masalah seperti ini," kata Setyo.

 

Sementara untuk siswa yang diduga pelaku, bila terbukti melakukan tindak pidana, maka dimungkinkan siswa tersebut menjalani pengadilan anak. "Ini untuk proses nya kalau ditahan tidak boleh dicampur orang tua atau dewasa kemudian pada saat pemeriksan tidak boleh seperti pemeriksaan orang tua dan sidangnya pun tidak boleh terbuka itu sudah diatur," kata Setyo menjelaskan.

 

Advertisement
Berita Lainnya