REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Generasi muda diminta untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan dunia maya dan media sosial. Karena selama ini dunia maya dan media sosial menjadi sarana berkembangnya radikalisme dan hate speech.
“Saat ini setiap orang menggunakan smartphone yang terhubung dengan Internet. Tidak hanya satu, kadang satu orang punya dua smartphone. Banyak yang tidak menyadari bahwa propaganda radikalisme masuk melalui smartphone yang dikirimi berbagai macam konten di grup-grupnya. Oleh karena itulah harus hati-hati menggunakan smartphone,” ungkap Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius, saat memberikan kuliah umum dihadapan 350 Mahasiswa dan civitas akademika Universitas Andalas Padang, Jumat (2/2).
Dalam paparanya mantan Kabareskrim Polri ini mengungkapkan bahwa media mainstream secara tidak langsung sudah menjadi alat kampanye propaganda radikalisme dalam menyebarkan ide-idenya.
"Contoh ketika Santoso tewas, media telah memberikan ruang berita yang sangat besar sehingga ketika Santoso dibawa pulang untuk dikuburkan dia seolah-olah menjadi pahlawan. Padahal dia jelas-jelas melawan negara," ujar mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas ini.
Alumni Akpol tahun 1985 ini mengatakan bahwa lingkungan kampus juga tidak luput dari virus radikalisme. Hal tersebut didasari dari hasil identifikasi beberapa kampus mahasiswanya telah tersusupi oleh paham radikal dan terorisme. Selain mahasiswa, dosen juga telah beberapa terindikasi mengajarkan radikalisme ke mahasiswanya.
“Saya memberikan kuliah umum di ITB Bandung, saya katakan harus bangga karena Presiden pertama dari ITB Bandung, namun harus juga mawas diri karena teroris juga ada yang barasal dari ITB Bandung,” ujarnya.
Tak hanya itu, menurutnya, beberapa waktu lalu ada pemilihan rektor di sebuah kampus. Namun setelah dikroscek ternyata calon rektor tersebut telah diidentifikasi menjadi simpatisan kelompok radikal. "Dengan kejadian itu maka kita segera ambil tindakan dengan memberikan bukti bahwa tidak bisa kita biarkan orang yang telah terindikasi radikal menjadi rektor,” kata mantan Kapolda Jawa Barat ini.