Sabtu 03 Feb 2018 05:11 WIB

Ulama, Subuh Berjamah, dan Teror Orang Gila

Wartawan Republika, Agus Yulianto
Foto: Dok. Pribadi
Wartawan Republika, Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Agus Yulianto, Wartawan Republika

Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun..... Gundukan tanah di kompleks permakaman keluarga di Kawasan Burujul, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, masih berwarna merah dan penuh bunga warna warni,  Kamis (1/2). Di papan nisannya tertulis nama Ustaz Pratowo.

Ya, Komandan Brigade Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Islam (Persis), Ustad Pratowo, telah menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku AM (45), Kamis pagi (1/2). Sebelumnya, almarhum sempat dilarikan ke Rumah Sakit Santosa, Kopo Bandung untuk mendapatkan perawatan yang intensif. Namun, takdir bercerita lain hingga akhirnya korban menghembuskan napas terakhir di usia 40 tahun.

Jatuhnya korban Ustaz Prawoto ini semakin memperpanjang daftar ulama dan uztaz yang mengalami penganiayaan. Sebelumnya pada Sabtu (27/1) kemarin, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah, Cicalengka, Kabupaten Bandung KH Emon Umar Basyri juga harus mendapat perawatan karena dianiayai pria tak dikenal saat berzikir seusai melaksanakan Shalat Subuh berjamaah.

photo
Adik ipar almarhum Ustaz Prawoto, Haji Didin tengah memperlihatkan foto-foto almarhum di kediamannya di Cigondewah Kidul, Kota Bandung, Jumat (2/2).

Dua kasus kriminal penganiayaan yang menimpa ulama dan ustaz ini, tentu saja mengkhawatirkan berbagai pihak. Ini karena dua peristiwa yang terjadi di Kota dan Kabupaten Bandung itu, adalah fenomena yang tidak biasa. Apalagi, itu dilakukan oleh orang yang diduga gila, tapi memiliki kondisi tubuh yang sehat dan normal.

Wajar, bila kemudian masyarakat dan umat Islam--khususnya ulama dan ustaz--diminta meningkatkan kewaspadaannya. Di sisi lain, aparat hukum pun harus secara serius dan tuntas mengungkap kasus ini. Memang, kedua pelaku penganiayaan itu telah ditangkap aparat kepolisian.

Walaupun kedua orang penganiaya ini telah ditangkap dan diduga sakit jiwa atau gila, tapi proses hukum harus tetap dijalan, terlebih sudah jatuh korban nyawa. Memang jika melihat motif yang hampir sama, bahkan pelakunya dua-duanya diduga sakit jiwa atau gila, maka sudah sewajarnya kita patut waspada, namun tetap harus tenang dan jernih melihat fenomena ini.

Aparat kepolisian harus melihat fenomena ini sebagai hal yang serius dan segera memetakan persoalan serta mencari solusinya. Apakah ini merupakan peristiwa kriminal murni? Atau justru ada kepentingan-kepentingan tersembunyi yang melatarinya. Hal ini mengingat ada sejumlah agenda penting yang sedang dan akan berlansung di Tanah Air.

Agenda itu di antaranya gerakan Shalat Subuh berjamaah yang akhir-akhir ini pelaksanaannya semakin masif dan menggembirakan. Di mana, umat Islam mulai menggemari shalat secara berjamaah, khususnya di waktu Subuh. Musuh-musuh umat Muslim jelas tak akan suka kerekatan dengan kamajuan umat Islam ini. Maka, dibuatlah agenda mengadu domba sesama umat Muslim, agar Islam hancur.

Lainnya, adalah pesta demokrasi rakyat berupa pemilihan kepala daerah (pilkada bupati/wali kota, gubernur maupun pelpres). 2018 ini adalah tahun poltik yang diprediksi bisa menimbulkan kerawanan-kerawanan. Dikhawatirkan banyak orang yang 'bermain'demi memuaskan syahwat politiknya dengan mengorbankan pihak-pihak lain. Mereka bisa saja menuding, bahwa chaos yang terjadi di satu tempat, merupakan 'permainan' dari orang-orang tertentu, padahal dia sendiri yang menciptakannya. Semua bisa saja terjadi.

Tentunya, aparat keamanan, apapun peristiwa yang terjadi, harus bisa menjaga kondusifitas. Perisitiwa-peristiwa penganiayaan yang menimpa ulama dan ustaz harus dipandang luas dan dari berbagai sudut pandang. Sehingga tidak mudah menyimpulkan kejadian-kejadian ini hanya peristiwa kriminal biasa.

Peristiwa sekecil apapun menjelang pilkada serentak di tahun poltik ini, harus menjadi perhatian. Apalagi yang berpotensi memancing kemarahan warga, patut dicurigai dan harus diusut tuntas. "Pihak kepolisian harus melihat fenomena ini sebagai hal yang serius," kata Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, yang membidangi keagamaan Fahira Idris.

photo
Para pelayat tengah menyolatkan Ustaz Prawoto yang meninggal akibat dianiaya di mesjid Al Muhajirin Jalan Burujul, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Kamis (1/2)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement