Kamis 01 Feb 2018 21:23 WIB

Soal DNA Babi, YLKI: Produsen Obat Harus Beri Kompensasi

YLKI menekankan tanggungjawab produsen obat yang terindikasi mengandung DNA Babi.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi.
Foto: dok. Republika
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus dua jenis obat yang terindikasi mengandung DNA Babi telah menarik perhatian berbagai pihak. Terkait hal itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) telah memerintahkan produsen obat yang bersangkutan untuk menghentikan produksi obat merek tersebut dan menariknya dari pasaran.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan hal itu memang seharusnya dilakukan sebagai tindakan antisipasi.Namun demikian, ia menilai hal itu tidak cukup melindungi konsumen. Karena itu, Tulus menekankan pertanggungjawaban produsen obat tersebut terhadap konsumen yang telah menjadi korban mengonsumsi kedua jenis obat tersebut.

"YLKI mendesak Badan POM untuk melakukan tindakan yang lebih luas dan komprehensif terkait kasus tersebut," ujarnya dalam keterangan pers, Kamis (1/2).

Tulus menjelaskan bahwa YLKI mengajukan beberapa hal terkait itu. Ia menekankan agar Badan POMmelakukan audit komprehensif terhadap seluruh proses pembuatan dari semua merek obat yang diproduksi oleh kedua prosusen farmasi dimasksud. Karena tidak menutup kemungkinan jika potensi merek obat yang lain dari kedua produsen itu juga terkontaminasi DNA babi.

"Audit komprehensif sangat penting untuk memberikan jaminan perlindungan kepada konsumen, khususnya konsumen muslim. Sebab berdasar UU Jaminan Produk Halal, proses produksi dan konten obat harus bersertifikat halal," katanya.

Selanjutnya, Tulus mengatakan bahwa YLKI mendesak PT Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories untuk meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia akibat keteledoran atau kesengajaannya memasukkan DNA babi. Yang mana, hal itu dinilai sangat merugikan konsumen. YLKI juga mendesak kepada kedua produsen untuk memberikan kompensasi kepada konsumen yang telah mengonsumsi obat tersebut.

"Minimal mengembalikan sejumlah uang kepada konsumen sesuai nilai pembeliannya," tambahnya.

Selain itu, ia mengatakan YLKI mendesak Badan POM untuk memberikan sanksi yang lebih tegas dan keras kepada kedua produsen farmasi tersebut. Karena keduanya dinilai telah banyak melanggar undang-undang, baik UU Perlindungan Konsumen, UU Jaminan Produk Halal, dan regulasi lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement