REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staff ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Hery Subiakti mengatakan, Kemenkominfo siap untuk menanggulangi konten lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) serta pornografi. Ia menegaskan, Kemenkominfo akan memblokir konten yang berkaitan dengan LGBT dan pornografi.
Henry mengatakan, pemblokiran sudah dilakukan oleh Kemenkominfo sejak 2016 lalu. Sebab, perilaku LGBT telah meresahkan masyarakat. Selama 2017, kata Henry, Kemenkominfo telah memblokir setidaknya 71 aplikasi LGBT yang ada di aplikasi google play. Selain itu, Kemenkominfo juga telah memblokir 12 domain name system (DNS) dan situs Blued, serta 169 website LGBT.
"Kemenkominfo juga telah men-take down tiga IP Address," kata Henry dalam diskusi 'LGBT dari aspek Prilaku dan Propaganda' di Jakarta, Kamis (1/2).
Sementara itu, persentasi pemblokiran konten pornografi saja, kata Henry sebesar 64 persen, dengan total 8.904.000 konten pornografi yang diblokir selama 2017. Kemenkominfo, lanjut Henry, memiliki mesin pencari atau mesin crawling dengan nama Drone 9. Dimana, mesin tersebut secara otomatis akan mencari konten-konten yang berbau LGBT dan pornografi. Sehingga, setelah mesin mendeteksi konten-konten itu, Kemenkominfo akan melakukan pemblokiran terhadap konten tersebut.
"Kemenkominfo ada mesin crawling yang otomatis mencari (konten berbau LGBT dan Pornografi) sehingga bisa cepat di blokir," ujarnya.
Sebelumnya, lanjut Henry, mengenai konten tersebut hanya datang dari keluhan masyarakat. Namun, tidak semua masyarakat yang peduli dengan hal tersebut, sehingga laporannya terlambat. Bahkan, lanjutnya, masyarakat membagikan konten dengan menyebarkannya melalui media lain, bukannya melaporkan ke Kemenkominfo.
"Tapi laporan masyarakat juga terlambat, banyak yang tidak perduli terus tidak melaporkan. Kita sudah buka akun untuk laporan aduan konten, yang buka 24 jam, tapi aduan masyarakat sulit juga," tambah Henry.
"Nah, jadi kami melakukan crawling sekarang, pakai mesin namanya Drone 9 itu mencari konten-konten bermasalah secara hukum. Kalau ketahuan baru diadakan pengumpulan (konten) itu baru kemudian kita take down," tambahnya.