REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan akan memberi bantuan hukum kepada kadernya Gubernur Jambi Zumi Zola. Dukungan tersebut ia sampaikan menyusul penggeledahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kediaman Ketua DPW PAN tersebut pada Rabu (31/1).
Zulkifli telah mendengar kabar KPK mengisyaratkan akan ada tersangka baru dalam kasus suap pembahasan dan pengesahan RAPBD Jambi tahun anggaran 2018. Dalam waktu dekat KPK akan memberi pengumuman resmi terkait hasil penggeledahan di rumah dinas, mobil dinas, dan vila milik Zumi Zola. "Saya tahu anak itu anak baik. Dia punya karakter. Nanti kita akan beri bantuan hukum," ujar Zulkifli saat ditemui di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Rabu (31/1) malam.
Zulkifli enggan berandai-andai terkait kemungkinan ada perkembangan terbaru di kasus tersebut. Ia hanya meminta agar semua pihak menghormati proses hukum yang berlangsung di KPK. "Kami ikut proses hukum," ujar Zulkifli tersebut.
Zulkifli juga menyinggung soal maraknya kepala daerah dan anggota dewan yang telah menjadi tersangka korupsi. Menurutnya, hal ini menunjukan ada sistem yang kurang tepat dalam proses demokrasi Indonesia yang mahal.
"Bayangkan, sudah ada 20 gubernur jadi tersangka. Ada 300 lebih bupati, ada ratusan anggota DPR. Apa itu sesungguhnya yang terjadi? Saya kira ada sistem kita yang kurang pas. Harus kita kaji kembali. Kita harus duduk bersama. Ini harus kita benerin. Demokrasi kita yang mahal ini, bagaimana jalan keluarnya," ujar Zulkifli yang juga ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Zulkifli mengatakan perbandingan gaji kepala daerah dan biaya yang dikeluarkan saat maju mencalonkan diri tidaklah rasional. Ia menilai perlu ada jalan keluar untuk mengatasi persoalan tersebut.
Sebagai ilustrasi, Zulkifli mengungkapkan gaji bupati Rp 6,6 juta. Sementara itu, saat pencalonan, ada biaya untuk bikin spanduk, bikin iklan, dan bayar saksi. Kalau gubernur Jabar itu kalau nggak salah saksinya saja 80 ribu orang dan butuh Rp 160 miliar untuk melatih dan membayarnya. Bagaimana nggak mahal itu. Kalau sistem kita gini-gini terus, habis orang-orang baik di Tanah Air," kata dia.