Kamis 01 Feb 2018 07:03 WIB

Ormas Islam dan Akhir Drama Potongan Pidato Kapolri

Video pidato Kapolri Tito dipotong sehingga menimbulkan kemarahan ormasi Islam.

Kapolri Jenderal Polisi, Muhammad Tito Karnavian
Foto: Republika/Muhyiddin
Kapolri Jenderal Polisi, Muhammad Tito Karnavian

REPUBLIKA.CO.ID,Umar Mukhtar, Amri Amrullah

Polri dan seluruh organisasi masyarakat (ormas) Islam diharapkan dapat bersinergi untuk bekerja sama menyelesaikan berbagai masalah yang berkaitan dengan kepentingan umat. Mantan ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Al-Irsyad Al-Islamiyyah KH Abdullah Djaidi mengatakan, kerja sama dan sinergi antara Polri dan ormas Islam sebaiknya tidak hanya dilakukan saat ada peristiwa khusus, seperti polemik pernyataan Kapolri yang sedang terjadi saat ini.

“Jadi, tidak sebatas kasuistis saja. Kalau ada kasus seperti ini, (baru) mengundang ormas-ormas Islam. Tapi, (seharusnya) juga pada hal-hal yang menyangkut kepentingan umat, masyarakat, tentu ormas Islam harus juga dilibatkan,” kata Djaidi, Rabu (31/1).

Djaidi melanjutkan, ormas-ormas Islam di luar Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga harus diperhitungkan karena mereka bagaimanapun juga mempunyai andil dan jasa atas kemerdekaan negara Republik Indonesia.

Ucapan Kapolri Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian dalam sebuah rekaman video yang menyebar luas menuai polemik. Dalam video tersebut, Tito menyatakan, polisi hendaknya hanya merangkul ormas Islam NU dan Muhammadiyah di semua lini.

Tito pun menyebutkan, organisasi lain selain NU dan Muhammadiyah merontokkan negara. Menurut Djaidi, Tito perlu meralatnya jika rekaman video tersebut memang benar.

Pada Rabu sore, Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersilaturahim ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta Pusat. Dalam kunjungannya, Tito ditemui oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan 14 perwakilan ormas Islam lainnya. Menurut Said, setelah silaturahim tersebut, persoalan pernyataan Kapolri sudah dianggap selesai.

“Pernyataan Kapolri yang ada di video yang viral itu sudah selesai, tidak ada lagi ada kelanjutan. Sudah tidak diperlukan lagi tabayun. Sudah selesai di sini. Kalau yang ingin mengembangkan itu, berarti ada tujuan yang kurang baik,” ujar Said.

Tito juga sudah mengklarifikasi terkait videonya yang viral tersebut. Dalam video tersebut, Tito sebenarnya berpidato selama 26 menit. Namun, ada pihak yang memotongnya sehingga ada yang tersinggung dengan pernyataan Tito.

Selain itu, kata KH Said, Tito juga mengklarifikasi bahwa pidatonya tersebut disampaikan di pesantren KH Ma'ruf Amin di Banten dalam acara halaqah ulama. Menurut Said, Kapolri tidak bermaksud menyinggung ormas lainnya.

Said mengatakan, ke depan, Kapolri siap membangun kerja sama dengan ormas-ormas Islam lainnya untuk menciptakan situasi kondusif dan agar keamanan tetap terjaga, apalagi tahun ini merupakan tahun politik. “Pak Kapolri tadi menegaskan sepakat dengan kita semua untuk membangun kerja sama yang erat dan lebih bersinergi lagi,” kata Said.

Ketua MUI KH Ma’ruf Amin mengatakan, pernyataan Kapolri yang menyebut selain NU dan Muhammadiyah ingin merontokkan NKRI disampaikan dalam kondisi yang sangat situasional dan kontekstual. “Jadi, yang dimaksud oleh Kapolri, setelah saya ingat-ingat, ternyata konteksnya itu dalam rangka menghadapi radikalisme, isu-isu khilafah, dan juga peran nasional yang pada waktu itu agak kencang, tahun lalu,” ujar Ma’ruf Amin.

Pada awal 2017, kata Ma’ruf, isu radikalisme memang sedang kencang-kencangnya. Saat itu Kapolri merasa yang benar-benar keras dan tegas melawan kelompok-kelompok radikal adalah NU dan Muhammadiyah. Dua ormas Islam itu yang dirasa konsisten terus membela Pancasila dan negara.

Namun demikian, Ma’ruf melanjutkan, Kapolri tidak bermaksud menampikkan ormas-ormas lain dalam pernyataan yang disampaikan pada pertemuan ulama di Pesantren Tanara, Banten, milik Ma’ruf.

“Itu isunya adalah peran ulama dalam mengawal keutuhan dan persatuan bangsa. Yang dimaksud ada kelompok yang ingin meruntuhkan negara itu adalah kelompok-kelompok ormas yang radikal,” ujar Ma’ruf.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Syarikat Islam (SI) Hamdan Zoelva menyatakan, SI sudah mengklarifikasi langsung pernyataan Kapolri. Hamdan mengakui, pada awalnya, SI memprotes keras pidato tersebut. Akan tetapi, setelah mendapatkan penjelasan dari Kapolri, Hamdan memahami tidak ada niatan dari Kapolri untuk mengesampingkan adanya ormas-ormas Islam yang lain.

“Kapolri tidak ada niatan itu. Kapolri tidak menganggap ormas-ormas selain NU dan Muhammadiyah itu ingin merontokkan negara. Sama sekali Pak Kapolri tidak ada bermaksud seperti itu,” ujar Hamdan yang juga mantan ketua Mahkamah Konstitusi.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan, dia dan institusi Polri memang tidak ada maksud untuk tidak membangun hubungan dengan ormas Islam di luar NU dan Muhammadiyah. “Sedikit pun tidak ada niat dari saya sebagai Kapolri, apalagi institusi Polri, untuk tidak membangun hubungan dengan organisasi Islam di luar NU dan Muhammadiyah,” kata dia.

Bagi Tito, Polri tentu sangat berkepentingan untuk membangun hubungan baik dengan ormas mana pun sepanjang ormas itu satu visi, yakni demi keutuhan NKRI dan Pancasila. Apalagi, 2018 ini adalah tahun politik sehingga Polri dan ormas-ormas Islam perlu bahu-membahu menjaga situasi agar tidak terjadi konflik.

Tito menjelaskan, pidato dalam video itu dilakukan pada 8 Februari 2017 di sebuah acara di Pondok Pesantren Tanara di Serang, Banten. Hadir saat itu Rais Aam PBNU Ma'ruf Amin sebagai pimpinan ponpes tersebut.

Karena itu, Tito mengaku heran dengan video yang merekam dirinya saat berpidato di Serang, Banten. Sebab, kegiatan dalam video itu sudah setahun yang lalu tetapi baru tersebar beberapa hari terakhir. Video yang viral itu pun tersebar dalam kondisi sudah terpotong.

“Acaranya setahun lalu. Pertanyaannya, kok bisa muncul sekarang dan dipotong?” kata Kapolri. (muhyiddin/rahma sulistya, pengolah: eh ismail).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement