REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Malang, Asih Tri Rachmi mengungkapkan, angka stunting maupun gizi buruk di Kota Malang rendah. Presentase stunting sekitar 0,6 persen sedangkan gizi buruk hanya 0,02 persen. "Kita tidak melihat angka, tapi lebih pada kualitas generasi kita ke depan. Walaupun rendah, kita usahakan generasi ke depan bisa lebih baik," ujar Asih saat ditemui wartawan di Hotel Aria Gajayana, Malang, Senin (29/1).
Dari presentase kedua hal tersebut, Asih memastikan angkanya sangat jauh dibandingkan rata-rata provinsi maupun nasional. Meski demikian, Asih menegaskan, tidak ingin menganggapnya sebagai hal sederhana. Dalam hal ini, dia akan terus merangkul semua elemen masyarakat, baik pendidikan, rumah sakit maupun para kader di lapangan untuk melawannya.
Di antara sejumlah wilayah di Kota Malang, Kecamatan Kedungkandang yang paling banyak memiliki anak stunting dan gizi buruk. Kemudian disusul Kecamatan Belimbing, Sukun, Lowokwaru dan Klojen.
Di kesempatan itu, dia juga mengutarakan, salah satu ciri anak yang mengalami stunting dapat dilihat dari tinggi badannya saat lahir. "Tingginya di bawah 46 centimeter saat lahir," ujarnya.
Menurut Asih, ada beberapa faktor yang menyebabkan mengalami stunting atau bayi kerdil. Selain genetik, asupan gizi juga menjadi hal utama dalam hal ini. Meski memiliki genetik pendek, stunting dapat dihindari asalkan memperhatikan asupan gizinya. "Salah satu asupan yang paling diperlukan itu protein. Pokoknya kita manfaatkan asupan alam yang ada di sekitar kita. Ya, seperti daun kelor itu gizinya luar biasa itu," tambah dia.
Untuk mencegah stunting maupun gizi buruk pada anak, Asih mengatakan, ibu hamil memang sudah seharusnya didampingi. Dalam hal ini diawasi oleh bidan mengenai asupan gizinya. Pengawasan juga dapat dilakukan para mahasiswa kebidanan sebagai tempat praktiknya. "Jadi laboratoriumnya bukan di sekolah tapi di masyarakat, langsung diaplikasikan," tambahnya.