Senin 29 Jan 2018 12:51 WIB

Peneliti Sebut Sulit Atur Rokok dalam Undang-Undang

Di undang-undang, rokom selalu yang disebut sebagai 'zat adiktif lainnya'.

Pembatasan merokok bagi anak-anak (ilustrasi).
Foto: Antara
Pembatasan merokok bagi anak-anak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Peneliti Studi Masyarakat dan Sosiologi Perkotaan Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR Rohani Budi Prihatin mengatakan selalu sulit membuat undang-undang yang mengatur dan mengendalikan rokok dan tembakau di DPR. "Saya kerap membuat kajian untuk dasar DPR membuat undang-undang. Sulit sekali mencantumkan kata rokok. Di undang-undang, selalu yang disebutkan 'zat adiktif lainnya'," kata Budi dalam sebuah lokakarya di Jakarta, Senin (29/1).

Budi mengatakan terdapat beberapa undang-undang yang sebenarnya menyasar pada pengendalian tembakau dan rokok. Misalnya pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pasal 65 Undang-Undang Hak Asasi Manusia menyebutkan: "Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya".

Dia menjelaskan, yang dimaksud 'zat adiktif lainnya' itu sebenarnya rokok. "Namun, pembuat undang-undang tidak mau mencantumkan kata rokok," tuturnya.

Begitu pula dengan undang-undang lain, misalnya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dia mengatakan, semua undang-undang itu selalu menggunakan frasa 'zat adiktif lainnya, daripada kata rokok. "Justru peraturan di daerah, misalnya di DKI Jakarta, yang secara jelas menyebutkan kata 'rokok'," ujarnya.

Budi menyontohkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2015 tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Rokok dan Produk Tembakau pada Media Luar Ruang. Rohani Budi Prihatin menjadi pembicara salah satu sesi dalam Lokakarya "Menuju Kabupaten-Kota Layak Anak Tanpa Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok" yang diselenggarakan Yayasan Lentera Anak. Lokarya tersebut diikuti kepala dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dari 15 kabupaten-kota.

Selain Budi, pembicara lain pada sesi tersebut adalah Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Kesejahteraan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Hendra Jamal dan Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari. Lokakarya tersebut juga meluncurkan buku hasil pemantauan iklan, promosi dan sponsor rokok di 10 kota yang dilakukan 170 anak anggota Forum Anak di 10 kabupaten-kota.

Menurut hasil pemantauan, terdapat 2.868 iklan, promosi dan sponsor rokok di 10 kabupaten-kota. Yakni di Bandar Lampung, Batu, Banjarmasin, Bekasi, Kupang, Mataram, Pasaman Barat, Pekanbaru, Semarang dan Tangerang Selatan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement