Jumat 26 Jan 2018 17:55 WIB

Sleman Melestarikan Nilai Budaya Melalui Macapat

Gelaran macapat perdana untuk 2018 telah dilaksanakan pada Selasa (23/1) lalu.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Kegiatan gelar macapat.
Foto: Wahyu Suryana.
Kegiatan gelar macapat.

REPUBLIKA.CO.ID,  SLEMAN -- Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman, DIY, akan menggelar Lelangen Macapat dan Sarasehan setiap malam Rabu Wage setiap bulan. Rencana itu bertujuan tidak lain untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang ada di tengah masyarakat.

Pelaksanaan Lelangen Macapat dan Sarasehan sendiri akan mengambil tempat di Pendopo Rumah Dinas Bupati Sleman. Kegiatan itu akan diselenggarakan bersama Paguyuban Seni Macapat Sekar Manunggal Sleman Sembada.

Gelaran macapat perdana untuk 2018 telah dilaksanakan pada Selasa (23/1) lalu, yang melibatkan segenap pelaku seni macapat seluruh Kabupaten Sleman. Pagelaran itu turut dihadiri tokoh-tokoh penting Kabupaten Sleman.

Mulai dari Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman, Aji Wulantara, sampai Bupati Sleman, Sri Purnomo, ikut menikmati gelaran macapat. Pada kesempatan itu, dilaksanakan sarasehan budaya dengan topik Ngelmu Katon dari budayawan Purwadmadi.

Dalam sambutannya, Bupati Sleman, Sri Purnomo, memberikan apresiasi tinggi kepada Paguyuban Seni Macapat Sekar Manunggal Sleman Sembada. Pasalnya, mereka senantiasa bersemangat untuk melestarikan dan mengembangkan seni macapat.

"Hal ini merupakan bukti dan langkah nyata warga masyarakat dalam melestarikan dan mengembangkan budaya Jawa yang adiluhung," kata Sri.

Ia merasa, langkah itu akan memberikan kontribusi positif dalam membangun masyarakat Sleman yang berbudaya. Ia menekankan, membangun masyarakat yang berbudaya pada hakekatnya merupakan upaya pembangunan kualitas sumber daya manusia.

"Mengingat, dalam seni macapat banyak terkandung nilai dan pesan moral yang positif dalam rangka membangun peradaban manusia sebagai insan yang bermartabat," ujar dia.

Dalam sarasehan, budayawan Purwadmadi mengingatkan tentang falsafah Ngelmu Katon. Ia menuturkan, falsafah ini sangat sederhan tapi memiliki makna yang dalam dan penting, yang banyak berkaitan dengan kehidupan masyarakat.

Ia menerangkan, istilah Ngelmu Katon itu sendiri dalam pemaknaan ini merupakan antonim dari ilmu yang bersiat batin. Tapi, lanjut Purwadmadi, diartikan sebagai kehadiran secara fisik dalam hidup bertetangga, bersaudara dan pergaulan masyarakat.

Sebagai mahluk sosial, ia mengingatkan jika manusia pada hakekatnya memiliki sifat saling membutuhkan dan tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Namun, seiring dengan kemajuan dan perkembangan peradaban seringkali Ngelmu Katon dianggap sepele.

"Atau bahkan justru dilalaikan meskipun sebenarnya tidak sulit untuk dilaksanakan," kata Purwadmadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement