Kamis 25 Jan 2018 21:56 WIB

Hakim Sebut Sikap Gamawan Seperti Gadis Diam Saat Dilamar

Gadis diam saat dilamar artinya mau menerima

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Joko Sadewo
Terpidana  Sugiharto berjalan  usai memberikan keterangan sebagai saksi untuk kasus tindak pidana korupsi KTP Elektronik Setya Novanto  dalam sidang lanjutan di Pengadilan tindak pidana korupsi, Jakarta, Kamis (25/1).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terpidana Sugiharto berjalan usai memberikan keterangan sebagai saksi untuk kasus tindak pidana korupsi KTP Elektronik Setya Novanto dalam sidang lanjutan di Pengadilan tindak pidana korupsi, Jakarta, Kamis (25/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hakim persidangan kasus KTP elektronik mengibaratkan Yanto, mengibaratkan sikap Gamawan Fauzi dalam perkara korupsi KTP -el, seperti gadis yang dilamar perjaka.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto dalam sidang lanjutan kasus KTP-el dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/1).

Dalam persidangan, Irman mengaku pernah melaporkan kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi bahwa pejabat Kemendagri akan mendapat Rp 78 miliar. Namun, saat mendengar hal itu, menurut Irman, Gamawan hanya diam saja, tanpa merespons.

"Pak Gamawan tidak ada komentar soal itu," kata Irman kepada Majelis Hakim di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta.

Irman menuturkan, awalnya ia dan Direktur Pengelola Administrasi Kependudukan, Sugiharto, dipanggil menghadap Gamawan. Saat itu, Gamawan marah besar, karena menurut Sekjen Kemendagri, Sugiharto sudah menerima uang Rp 78 miliar yang berasal dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Hal tersebut pun dikonfirmasi Irman kepada Andi Narogong.

"Setelah dihubungi pak Sugiharto, Andi Narogong jawab, enggak itu salah. Itu saya hanya lapor ke bu sekjen, kalau proyek sudah selesai saya menyatakan, direncanakan akan kasih ke Kemendagri Rp78 miliar. Disitu lah saya baru tahu ada rencana untuk Kemendagri. Padahal kepada saya, Andi tidak pernah memberi tahu dan melapornya kepada ibu sekjen," tutur Irman.

Hal itu kemudian dilaporkan kepada Gamawan Fauzi dan tidak direspons lebih lanjut oleh Gamawan. Anggota majelis hakim lainnya, Ansyori Saifudin langsung merasa heran, karena Gamawan tidak merespons saat diberi tahu bahwa pihak Kemendagri akan mendapat uang.

"Seharusnya kan Pak Menteri bersikap. Itu kan dilarang juga terima uang. Artinya Gamawan juga tahu soal itu," kata hakim Ansyori.

Menanggapi pernyataan hakim Ansyori, Ketua Majelis Hakim, Yanto memberikan perumpamaan dengan menanyakan identitas saksi lainnya Sugiharto.

"Saksi ini asalnya dari mana, usianya berapa?", tanya Yanto.

"Saya dari Lamongan, Jawa Timur. Usia saat ini 59 tahun," jawab Sugiharto.

"Dulu kan belum modern. Nah, kalau ada gadis dusun dilamar perjaka, kalau gadisnya cuma diam, itu tandanya apa?" tanya Yanto lagi.

"Ya Mau," jawab Sugiharto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement