Rabu 24 Jan 2018 08:07 WIB

'Mereka, Pelaku LGBT, Tetapi Bagian dari Kita'

Perlu regulasi terkait perilaku LGBT ini sehingga ada kepastian hukum.

Rep: Oleh: Gumanti Awaliyah, Fauziah Mursid/ Red: Elba Damhuri
Ilustrasi Komunitas LGBT Uganda
Foto: EPA/DAI Kurokawa
Ilustrasi Komunitas LGBT Uganda

REPUBLIKA.CO.ID Kontroversi pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan tidak hanya menimbulkan riak-riak politik di internal fraksi-frkasi DPR. Omongan Zulhasan --panggilan akrab Zulkifli-- tentang lima parpol yang menyetujui perilaku LGBT kembali memanaskan debat tentang eksistensi kaum LGBT di Indonesia. Fraksi PAN kemudian meluruskan pernyataan ini dengan menyebut bahwa yang betul ada lima fraksi yang menolak LGBT, termasuk PAN.

Terlepas dari pro kontra ini, ada upaya mengingatkan bahwa pelaku LGBT tetap merupakan bagian dari masyarakat yang harus dilindungi dan diayomi. Mereka harus mendapat perhatian secara sama dengan manusia lainnya. Jika ada masalah, harus ada solusi yang diberikan kepada mereka.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatra Barat Hendri menekankan karena bagian dari masyarakat, pelaku LGBT harus mendapat tempat untuk berobat, bertobat, dan menyembuhkan diri. Ini penting dilakukan agar persoalan-persoalan sosial yang muncul akibat itu bisa diminimalisasi.

Memang, kata Hendri, sanksi adat dan sosial harus diberikan kepada pelaku LGBT sebelum adanya sanksi hukum. "(Tapi) yang bisa kita rangkul kita arahkan melalui konseling untuk sembuh. Tapi, yang tertangkap tangan berkali-kali berperilaku menyimpang, kita kucilkan," kata dia, Selasa (23/1).

Riak-riak sosial bisa muncul lebih luas jika tak ada penangangan terhadap pelaku LGBT. Hendri mengingatkan perilaku LGBT berpotensi menjadi media penyebaran HIV-AIDS dan penyakit menular seksual bila tidak ditangani dengan baik

Hartoyo, aktivis lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) meminta pemerintah dan semua pihak agar memandang kaumnya sebagai manusia dan warga negara Indonesia. Artinya, kelompok LGBT hanya ingin hak-hak mereka sebagai manusia terpenuhi. Mereka juga hidup bermasyarakat.

"Apa yang kami perjuangkan, ya kami ingin dipandang dan diperlakukan sebagai manusia," kata Hartoyo, Senin (22/1).

Selama ini perjuangan para aktivis LGBT tetap konsisten mewujudkan hak-hak dasar kaum LGBT yang masih banyak didiskriminasi. Karena itu, Hartoyo pun meminta agar pihak-pihak yang berpandangan kontra LGBT bisa tetap adil dalam mengeluarkan aspirasi dan pandangannya.

"Tidak setuju boleh, asal baik-baik saja ketika mengeluarkan aspirasinya. Dengan cara yang baik pula," tegas dia.

Perlu regulasi

Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, menilai perlunya regulasi yang mengatur perilaku LGBT. Dengan adanya aturan tersebut, maka ada aturan main pasti terhadap perilaku LGBT.

"(Regulasi) Itu bagus untuk bisa memberikan kepastian bahwa itu sebagai sebuah perbuatan yang bisa dipidanakan," kata Suparji.

Regulasi yang disusun pun haruslah memberikan kepastian hukum seperti kualifikasi pelaku yang dijerat maupun sanksi yang akan dijatuhkan. "Buatlah regulasi yang betul-betul memberikan kepastian, siapa yang bisa dijerat, pelakunya, kualifikasinya seperti apa, perbuatannya bagaimana, terus sanksinya apa," kata dia.

Perilaku LGBT di Indonesia, lanjutnya, memang tak bisa dijerat secara hukum. Sebab, hingga saat ini, belum ada regulasi baik dalam KUHP maupun aturan lainnya yang mengatur terkait LGBT di Indonesia.

Yang ada dalam KUHP saat ini adalah bagaimana penindakan dilakukan pada bukan yang pasangan suami-istri atau dengan anak-anak. Suparji menilai aturan ini pun diperlukan sebagai kontrol perilaku masyarakat serta mengubah perilaku menjadi lebih baik.

Selain itu, regulasi terkait LGBT juga disebutnya diperlukan sebagai langkah pencegahan terhadap masalah-masalah yang akan ditimbulkan nantinya. Suparji berharap agar DPR merespons aspirasi masyarakat yang menginginkan adanya regulasi yang mengatur soal LGBT.

Tindak pidana meluas

Fraksi-fraksi di DPR sepakat untuk memasukkan isu LGBT ini ke adalam RUU RKUHP yang saat ini masih dibahas. Pasal pidana hubungan sesama jenis baik di bawah umur maupun kelompok 18 tahun ke atas atau dewasa disebut telah didukung mayoritas fraksi di DPR.

Jika sikap fraksi tidak berubah, maka pasal pidana tersebut bisa disepakati dalam RUU RKUHP yang ditargetkan selesai pada masa persidangan DPR ketiga ini. Anggota Panitia Kerja RUU RKUHP dari Fraksi Partai Golkar, Adies Kadir, menyebutkan Golkar mendukung --bahkan termasuk salah satu pengusul agar cakupan pidana hubungan sesama jenis diperluas menjadi di atas 18 tahun.

"Semua fraksi yang hadir saat itu sudah setuju delapan fraksi, yang usulkan salah satunya Golkar, agar usia di atas 18 tahun juga menjadi cakupan di dalam RUU RKUHP tersebut," ujar Adies.

Bahkan, lanjut Adies, Golkar juga meminta satu rumusan pasal tambahan bahwa pidana juga mencakup orang yang mempertontonkan LGBT di depan umum. Karenanya, jika tidak ada perubahan sikap fraksi, pada Rapat Kerja Panja KUHP pekan depan, dapat disetujui pasal pidana perluasan hubungan sesama jenis masuk dalam RUU RKUHP.

Dari Fraksi PDIP, anggota Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi RKUHP, Arteria Dahlan, mengatakan fraksinya bersama dengan partai lain setuju dengan pidana perluasan hubungan sesama jenis di RKUHP. Arteri mengatakan dalam pembahasan LGBT yang hadir antara lain PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, Demokrat, PPP, PKS, PKB dan Nasdem juga menyetujui pasal perbuatan cabul LGBT untuk dipidana semua usia.

Anggota Panja RKUHP dari Partai Nasdem, Taufiqulhadi, mengungkapkan mayoritas fraksi termasuk Nasdem setuju pidana hubungan sesama jenis diperluas. Senada dengan anggota Panja lainnya, baru delapan fraksi minus Fraksi PAN dan Hanura yang telah bersikap mendukung pidana perluasan hubungan sesama jenis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement