Selasa 23 Jan 2018 07:37 WIB

Mantan Rektor UNJ Mengaku tak Bisa Lagi Mengajar

Djaali masih membimbing mahasiswa program doktor angkatan 1999

Mantan Rektor UNJ, Djaali
Foto: Republika / Darmawan
Mantan Rektor UNJ, Djaali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Djaali mengaku kini ia tak bisa lagi mengajar di universitas yang pernah dipimpinnya itu. Usai pemberhentian dirinya sebagai rektor oleh Menristekdikti pada September 2017.

"Meski saya menjadi rektor, tetapi saya masih mengajar dan membimbing mahasiswa. Saya membimbing mahasiswa sudah sejak 1985, tetapi kini saya tak bisa lagi mengajar maupun membimbing di kampus," ujar Djaali dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (22/1).

Ia mengaku kini hanya mengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian atau PTIK. Padahal, ia sudah mengajar di UNJ tersebut sudah sekitar 40 tahun lebih. "Memang paling nikmat menjadi dosen dibandingkan rektor, yang direpotkan karena juga kuasa pengguna anggaran," katanya.

Dalam kesempatan itu, Djaali juga menjelaskan bahwa empat landasan SK 471 dan 473 Kemristekdikti tidak benar. Seperti bimbingan, menguji dan meluluskan 112 orang mahasiswa program doktor UNJ adalah pada kurun waktu hanya enam bulan.

"Padahal bukan enam bulan, tetapi 112 mahasiswa itu merupakan bimbingan saya mulai dari 2005 hingga 2016. Bahkan ada juga bimbingan saya yang angkatan 1999," ujar Djaali.

Djaali menjelaskan bimbingannya masih ada yang angkatan 1999, karena pada saat itu belum ada batas waktu masa pembelajaran doktor di UNJ tersebut. Dia mengatakan pihaknya baru menerbitkan aturan batas waktu doktor maksimal tujuh tahun pada 2010.

Kuasa hukum Prof Djaali, Muhammad Asrun, mengatakan pihaknya telah mendaftarkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan dengan Nomor Perkara 256/G/2017/PTUN JKT tertanggal 4 Desember 2017 atas empat landasan SK Menristekdikti.

"Gugatan ini semata-mata, untuk mengembalikan harga diri Prof Djaali. Kalaupun nantinya jabatan dikembalikan, hanya sebatas rektor, bukan kuasa pengguna anggaran," kata Asrun.

Empat dalil pada SK Menristekdikti tersebut adalah menerbitkan Surat Keputusan Rektor UNJ Nomor 1278a/SP/2016 tanggal 10 November 2016 tentang penetapan uji turnitin sebagai prasyarat kelulusan mahasiswa program diploma, sarjana, magister, dan doktor UNJ yang tidak sesuai dengan perundang-undangan.

Kedua, membimbing, menguji dan meluluskan lebih dari 112 orang mahasiswa program doktor UNJ pada kurun waktu bulan Maret sampai dengan September 2016, tidak melakukan pembimbingan secara memadai yang mengakibatkan terjadinya perbuatan plagiat dalam penyusunan disertasi mahasiswa program doktor UNJ, dan kemudian menyalahgunakan wewenang sebagai Ketua Senat UNJ dengan tidak melibatkan senat dalam perumusan kebijakan akademik.

Sementara itu, salah seorang lulusan program doktor UNJ, Mayjen (Pur) Dr Dicky Waynal Usman mengaku risau dengan tuduhan terjadinya praktik plagiasi.

"Tidak benar terjadi plagiasi, disertasi saya mengenai masalah perbatasan dan saya harus berada di lapangan selama dua bulan untuk memahami kultur masyarakat," kata Dicky.

Dicky mengatakan untuk bertemu dengan Prof Djaali hal yang mudah, namun sebagai pembimbing Djaali bukan pembimbing yang gampangan. Dicky mengaku harus 10 kali bimbingan dengan pembimbingnya itu hingga kemudian bisa maju ke sidang terbuka.

"Jadi saya protes, kalau dikatakan ada praktik plagiasi di UNJ ini, karena saya susah payah menyusun disertasi baru lulus," ujar Dicky yang lulus pada 2017 itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement