Selasa 23 Jan 2018 05:03 WIB

Soal LGBT, Ormas Islam Ingatkan DPR

DPR diwanti-wanti tak meloloskan regulasi pro LGBT.

Puluhan massa dari Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) menggelar aksi pernyataan sikap menolak LGBT, di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (29/12).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Puluhan massa dari Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) menggelar aksi pernyataan sikap menolak LGBT, di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (29/12).

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Hasanul Rizqa, Umi Nur Fadhilah

Isu yang berembus seiring pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan tentang dukungan terhadap LGBT di parlemen ditanggapi berbagai pihak. Polemik pernyataan itu juga memicu ormas Islam menyatakan sikap.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyayangkan jika benar ada fraksi di DPR yang mendukung legalisasi LGBT. Menurut dia, seharusnya seluruh fraksi di parlemen memahami Pancasila, khususnya sila pertama yang menegaskan pentingnya nilai-nilai agama.

Lagi pula, ia menekankan, penolakan terhadap legalisasi LGBT tidak berarti mengabaikan sisi kemanusiaan. Menurut Haedar, orang-orang yang mengidap suatu kelainan seksual juga berhak memeroleh terapi dan perhatian dari negara.

“Jangan jadikan Indonesia sebagai negara sekuler yang apa saja boleh, meskipun atas nama demokrasi dan hak asasi manusia," kata Haedar, kemarin.

Haedar berharap, seluruh umat beragama di Indonesia bersatu untuk mewaspadai adanya pengakuan hukum atas perilaku LGBT. Bila kemudian terungkap legalisasi LGBT didukung suatu parpol, kata Haedar, rakyat Indonesia perlu menghukum partai itu pada pemilihan umum mendatang.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Muhammad Sulton Fatoni menuturkan, masalah terkait LGBT juga telah dikaji saat penyelenggaraan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas dan Konbes NU), yang digelar di Lombok pada 23 hingga 25 November lalu. Dalam Munas dan Konbes NU tersebut, PBNU mengkaji masalah LGBT sesuai dengan tradisi, nilai, dan norma masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim.

"Saya yakin DPR akan memutuskan sesuai dengan aspirasi masyarakat," kata dia.

Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat, Anton Tabah Digdoyo, mengapresiasi aksi penolakan LGBT oleh sejumlah anggota dan fraksi di DPR. Apalagi, kata Anton, bangsa Indonesia layak merujuk kepada agama sebab dasar NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha Esa yang mewajibkan setiap WNI tanpa kecuali harus menaati agamanya, dengan berdasarkan kitab sucinya.

“Setiap wakil rakyat wajib memahami Pancasila dan UUD 1945. Jangan kalah dengan Presiden Rusia Putin. Negara dengan background ideologi komunis saja bisa tegas melarang LGBT. Mengapa NKRI tidak?" kata Anton dalam pernyataannya, kemarin.

Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah Diyah Puspitarini juga mengajak semua elemen lebih tanggap menyikapi gerakan LGBT di Indonesia. Menurut Diyah, LGBT harus dilihat dari dua sisi.

Ia beranggapan, secara konstitusi LGBT memang tak bisa diatur, terutama yang berkaitan dengan pernikahan. Namun, ia menegaskan, secara psikologis orang LGBT perlu disadarkan kembali ke jalan yang benar dan tak menyebarkan perilakunya.

Dengan demikian, menurut Diyah, DPR sebagai wakil rakyat harus tanggap dengan persoalan-persoalan di arus bawah, termasuk LGBT. Sebab, ia menyebut, gerakan LGBT sudah meresahkan apabila komunitasnya muncul di permukaan. Hal itu berpotensi menjadi gaya hidup yang ditiru generasi muda. “DPR mesti tegas dalam hal ini tentang aturan-aturan tersebut, termasuk untuk LGBT ini,” ujar dia.

Dari kalangan kampus, Universitas Islam Indonesia (UII) menegaskan sikapnya atas polemik LGBT yang belakangan muncul. Sivitas akademisi UII meminta DPR menegaskan status pencabulan sesama jenis sebagai tindak pidana.

“Kami mengimbau DPR RI agar memasukkan tindakan LGBT sebagai perbuatan tindak pidana yang harus diberikan hukuman berat. Tindakan LGBT merupakan gaya hidup yang berkembang yang meresahkan masyarakat dan membahayakan moral,” bunyi salah satu poin pernyataan yang dibacakan Rektor UII Nandang Sutrisno dalam pernyataan di Sleman, Yogyakarta, kemarin.

Sejumlah wartawan Republika mencoba menghubungi sejumlah kelompok advokasi hak-hak LGBT di Indonesia, seperti Arus Pelangi dan Forum LGBTIQ guna menanyakan pandangan mereka soal polemik belakangan. Kendati demikian, hingga Senin (22/1) malam, belum ada yang merespons permintaan tanggapan dari Republika.

(silvy dian setiawan/wahyu suryana, pengolah:  fitriyan zamzami).

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement