Senin 22 Jan 2018 20:11 WIB

PN Jaksel Gelar Praperadilan Fredrich pada 12 Februari

Fredrick ajukan praperadilan atas penetapan tersangka menghalangi penyidikan Setnov

Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/1).
Foto: Antara/Reno Esnir
Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menggelar sidang perdana permohonan praperadilan yang diajukan oleh Fredrich Yunadi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 12 Februari mendatang. Fredrich menggugat KPK atas penetapannya menjadi tersangka tindak pidana menghalang-halangi penyidikan dugaan tindak pidana korupsi proyek KTP-elektronik atas tersangka Setya Novanto (Setnov).

"Perkara Nomor 9/Pid.Pra/2018/PN Jkt.Jaksel dengan pihak pemohon Frederich Yunadi dan termohon KPK, penetapan hari sidang pertama Senin 12 Februari 2018," kata Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Achmad Guntur saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (22/1).

Adapun, kata dia, Hakim Tunggal yang akan memimpin sidang permohonan praperadilan mantan kuasa hukum Setya Novanto itu, yakni Ratmoho.

KPK telah menetapkan advokat Fredrich Yunadi dan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo sebagai tersangka tindak pidana dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi proyek KTP-elektronik atas tersangka Setya Novanto.

Fredrich dan Bimanesh diduga bekerja sama untuk memasukkan tersangka Setya Novanto ke Rumah Sakit untuk dilakukan rawat inap dengan data-data medis yang diduga dimanipulasi sedemikian rupa untuk menghindari panggilan dan pemeriksaan oleh penyidik KPK. Namun, Fredrich beberapa kali membantah telah memanipulasi data agar Setya Novanto dirawat inap untuk menghindari panggilan dan pemeriksaan oleh penyidik KPK.

Atas perbuatannya tersebut, Fredrich dan Bimanesh disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement