Senin 22 Jan 2018 05:45 WIB

Fraksi PKS Konsisten Larang Miras Dijual Bebas

Fraksi PKS Konsisten Larang Miras Dijual di Minimarket dan Warung.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Miras (Ilustrasi)
Foto: News
Miras (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Pansus RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) dari Fraksi PKS Fikri Faqih menegaskan, pihaknya tidak pernah menyetujui minuman keras (Miras) dijual bebas di warung atau di minimarket. Di Pansus RUU Minol, Fraksi PKS komitmen dan konsisten tidak pernah menyetujui Miras dijual bebas di warung atau minimarket.

"Dalam draf pembahasan terakhir, bahkan semua fraksi menyetujui pembatasan distribusi Miras," kata Fikri Faqih dalam siaran persnya, Ahad (21/1).

Fikri melanjutkan, dalam RUU tersebut juga ditegaskan adanya syarat dan izin untuk menjual miras. Seperti, harus jauh dari lingkungan pendidikan, tempat ibadah, dan fasilitas publik lainnya. Juga untuk pembeli, ada syarat mengenai umur, status kewarganegaraan, bahkan agama yang hingga kini masih didiskusikan.

"Karena penjualan etanol sebagai minuman termasuk pengecualian. Tapi, secara umum dilarang," tegas Wakil Ketua Komisi X yang salah satunya membidangi persoalan pendidikan ini.

Dari sisi nomenklatur, hingga saat ini masih terjadi perdebatan antar fraksi. Fraksi PKS, bersama PAN dan PPP, tegas Fikri Faqih, masih mempertahankan penggunaan kata Larangan dalam judul RUU tersebut, yaitu RUU Larangan Minuman Beralkohol. Meskipun demikian, dalam perkembangan pembahasan, terdapat titik temu jalan keluar antar fraksi, yaitu semua sepakat ada substansi larangan dalam batang tubuh di RUU tersebut.

"Judul RUU bisa dibuat lebih netral, yakni tanpa menyebut perintah tapi hanya menyebut obyeknya saja seperti UU tentang Narkotika. Tentang hal ini masih dalam proses pembahasan. Jadi belum final," jelasnya.

Dari sisi pembatasan, pengawasan, industri, dan mekanisme peredarannya, sebagian sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan lain. Seperti, UU tentang Bea Cukai, tentang Makanan dan Obat, tentang Kesehatan, dan sebagainya. "Lebih teknis tentu harus diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangan di bawah UU ini," ujarnya.

Oleh karena itu, untuk mempercepat penyelesaian pengesahan RUU ini, FPKS mendesak pemerintah untuk kooperatif membahas aturan krusial ini bersama dengan DPR. "Pansus RUU Minol ini mengalami hambatan karena pihak eksekutif (pemerintah), beberapa kali tidak bisa hadir dalam rapat dengan Pansus RUU Minol di DPR," katanya lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement