REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia sudah masuk dalam kondisi darurat kekerasan seksual pada anak. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) DPP PKS, Fahmi Alaydroes di Jakarta, Ahad (21/1).
Fahmi menerangkan, kekerasan seksual pada anak kerap terjadi di negara ini. Teranyar adalah kasus predator anak di Tangerang, WS alias Babeh yang melakukan kekerasan seksual terhadap 41 anak.
Fahmi mengutip data dari KPAI yang menemukan 218 kasus kekerasan seksual anak pada 2015 kemudian meningkat menjadi 120 kasus pada 2016. Sementara pada 2017 tercatat 116 kasus.
"Kasus-kasus pornografi dan kekerasan seksual yang terjadi di negeri kita bertaburan di berbagai kota dan daerah. Ini potret buram, mengerikan dan bejat yang sangat memalukan," ujar Fahmi.
Menurut Fahmi, selain kekerasan seksual terhadap anak, jumlah pemerkosaan di negeri kita juga tinggi. Ia menjelaskan, hasil survei Komnas Perempuan secara daring dari 25.213 responden, sekitar 6,5 persen atau 1.636 orang, mengatakan mereka pernah diperkosa.
"Dan dari jumlah itu, 93 persen mengatakan mereka tidak melaporkan kejahatan tersebut, karena takut akibat-akibatnya," jelas Fahmi.
Para korban, ujar Fahmi, setidaknya mengalami tiga dampak sekaligus. Pertama dampak psikologis. Menurut studi, 79 persen korban kekerasan dan pelecehan seksual akan mengalami trauma yang mendalam, selain itu stres yang dialami korban dapat menganggu fungsi dan perkembangan otaknya.
Kedua dampak fisik. Ia mengatakan, kekerasan dan pelecehan seksual pada anak merupakan faktor utama penularan Penyakit Menular Seksual (PMS). Selain itu, korban juga berpotensi mengalami luka internal dan pendarahan. Pada kasus yang parah, kerusakan organ internal dapat terjadi. Dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kematian.
Ketiga dampak sosial. Ia menilai korban kekerasan dan pelecehan seksual sering dikucilkan dalam kehidupan sosial, hal yang seharusnya dihindari karena korban pastinya butuh motivasi dan dukungan moral untuk bangkit lagi menjalani kehidupannya.
Menurut Fahmi, salah satu penyebab utama semakin tingginya kasus-kasis kekersan seksual adalah, semakin mudahnya akses pornografi di dunia maya, dengan ribuan situs yang sengaja ditawarkan dan disajikan kepada siapa saja dan di mana saja.
"Meski ada UU Pornografi, ada ratusan ribu polisi dan ribuan pemuka agama dan guru, tak ada artinya bila situs-situs jorok tersebut 'dibiarkan' oleh Pemerintah. Dan kenyataanya demikian yang terjadi," ungkapnya.
Ia menyebut harus ada kemauan dan kontrol yang ketat terhadap situs-situs tersebut. Selain itu, gerakan pendidikan moral dan pendidikan seksual yang efektif harus diberikan di sekolah-sekolah. Terakhir hukuman yang berat, yang menimbulkan efek jera harus diterapkan kepada pelaku yang terbukti.
"Kalau perlu sampai kepada hukuman mati, bila pelaku sudah keterlaluan dan merusak hidup korban dan keluarganya," tutur Fahmi.