REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri mengakui belum mengetahui keberadaan tersangka kasus megakorupsi Kondensat Honggo Wendratno. Dalam mencari Honggo, polisi lalu berkoordinasi dengan Interpol yang telah menerbitkan red notice atas nama Honggo sejak 2017.
Untuk kepentingan tersebut, Polri pun akan memasukkan Honggo ke daftar pencarian orang (DPO) yang akan dirilis ke publik. "Nanti DPO itu mau kita sebar mulai hari Senin (22/1)," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Polisi Martinus Sitompul di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (19/1).
Sampai sekarang, kata Martinus, keberadaan Honggo belum diketahui. Terakhir kali, Honggo diketahui berada di Singapura. Namun, ketika dicari di Singapura, Polri tidak berhasil menemukan Honggo.
Karena tidak adanya Honggo, lanjut Martinus, dalam rangka proses tahap dua atwu penyerahan bukti dan tersangka ke Kejaksaan Agung, maka kepolisian pun mempertimbangkan proses secara in absentia. Proses in absentia terpaksa dapat dilakukan bila pemanggilan berulang tidak mendapatkan respons dsri tersangka. Sejauh, ini Polri baru mendapatkan dua tersangka, yakni Joko Harsono dan Raden Priyono.
"Tapi jaksa penuntut umum sebagai peneliti terhadap kasus ini ingin mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh Polri Seperti apa. Nah ini kita sampaikan kepada teman-teman bahwa langkah-langkah yang dilakukan sudah. Nanti senin kita sebar DPOnya," kata Martinus menjelaskan.
Martinus menambahkan, pihaknya masih optimis dapat menemukan Honggo. Keberadaan Honggo, kata Martinus dapat dilacak mulai dari jejak digital yang ditinggalkannya.
"Jaringan kita kan di mana-mana ada. Tentu keberadaan yang bersangkutan sekarang lebih gampang untuk diketahui karena bisa meninggalkan jejak jejak digital bila menggunakan elektronik. HP misalnya," kata dia.
Sejak Mei 2015, penyidik sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus kondensat ini. Mereka adalah Raden Priyono, Djoko Harsono, dan Honggo Wendratno. Raden Priyono dan Djoko Harsono sudah diketahui posisinya.
Sementara Honggo Wendratno belum ditahan, terakhir kali diketahui menjalani perawatan kesehatan pascaoperasi jantung di Singapura. Namun, Singapura melalui Akun Facebook Kedutaan Besar Singapura untuk Indonesia membantah keberadaan Honggo di Singapura.
"Honggo Wendratno tidak ada di Singapura. Kamitelah menyampaikan hal inikepada pihak berwenang Indonesia pada kesempatan sebelumnya. Singapura telah memberikan bantuan penuh kepada Indonesia dalam kasus ini, sesuai dengan undang-undang kami dan kewajiban internasional," demikian pernyataan resmi Kemelu Singapura, seperti dikutip dariakunFacebook Kedubes Singapura untuk Indonesia yang diunggah pada Sabtu 13 Januari 2018.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tersangka adalah Tindak Pidana Korupsi Pengolahan Kondensat Bagian Negara. Mereka dinilai melawan hukum karena pengolahan itu tanpa dilengkapi kontrak kerjasama, mengambil dan mengolah serta menjual kondensat bagian negara yang merugikan keuangan negara.
Sebagaimana telah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI, sebesar kerugian negara mencapai USD 2.717.894.359,49 atau Rp 38 miliar.