REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI - Institut Teknologi Bandung (ITB) mengundang Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas untuk berbagi pengalaman pengembangan daerah dalam perkuliahan Magister Perencanaan Wilayah dan Kota di kampus ITB di Bandung, Kamis (18/1).
Perkuliahan itu diikuti ratusan dosen dan mahasiswa, termasuk petinggi kampus perguruan tinggi teknik itu, seperti Dekan Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Prof Dr Ing Widjaja Martokusumo serta sejumlah guru besar dan doktor perencanaan wilayah ITB.
Bupati Anas memaparkan keberhasilan daerah dimulai dari aspek perencanaan. Lebih jauh lagi, perencanaan yang baik harus didukung oleh penguasaan masalah dan data yang tepat.
"Jadi pengembangan daerah ini hulunya adalah masalah, ada problem yang harus diselesaikan. Dari sana dipetakan, kemudian muncul perencanaan tata ruang dan program penunjangnya. Aspek hulu ini sangat penting karena kalau data masalahnya keliru, perencanaannya pasti keliru," kata Anas dalam keterangan persnya.
Anas mencontohkan sejumlah model perencanaan di Banyuwangi. Di antaranya lahan pertanian abadi untuk mempertahankan posisi Banyuwangi sebagai salah satu lumbung pangan.
"Kami juga mengurung ruang di sekitar bandara dengan pelarangan tidak boleh ada bangunan baru. IMB-nya tidak akan kami terbitkan. Maka lanskap sekitar bandara tetap persawahan. Orang mendarat langsung merasakan suasana perdesaan yang memang menjadi pembeda Banyuwangi dibanding daerah lain," kata Anas.
Sejumlah kluster wisata juga dipaparkan Anas, terutama yang berbasis komunitas masyarakat setempat. Di beberapa destinasi wisata unggulan, pengendalian ruang dilakukan dengan melarang pendirian hotel berbintang untuk memberi ruang luas bagi masyarakat dalam mengembangkan homestay.
"Sehingga masyarakat berpeluang meraih pendapatan di tengah pariwisata yang terus bertumbuh," ujar Anas.
Dekan Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Prof Dr Ing Widjaja Martokusumo mengapresiasi perkembangan Banyuwangi yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir.
"Ada beberapa dosen kami yang juga sudah ke Banyuwangi, dan melihat cukup banyak kemajuan yang berangkat dari perencanaan wilayah yang baik," ujar Widjaja.
Anas menambahkan, dengan berbagai perencanaan yang kemudian dikerjakan secara bergotong royong tersebut, Banyuwangi membukukan sejumlah perkembangan menggembirakan, di antaranya lonjakan 99 persen pendapatan per kapita warga Banyuwangi dari Rp 20,8 juta per orang per tahun pada 2010 menjadi Rp 41,46 juta per orang per tahun pada 2016.
Angka kemiskinan pun, kata Anas, menurun cukup pesat menjadi 8,79 persen pada 2016, jauh lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Jatim yang masih tembus dua digit.