Kamis 18 Jan 2018 18:06 WIB

Pengamat: Reshuffle Kabinet, Kemenangan Elektoral Golkar

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andri Saubani
Pelantikan Menteri dan KASAU. Menteri Sosial Idrus Marham menerima ucapan selamat dari Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kanan) usai mengikuti pegambilan sumpah pejabat negara oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/1).
Foto: Republika/ Wihdan
Pelantikan Menteri dan KASAU. Menteri Sosial Idrus Marham menerima ucapan selamat dari Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kanan) usai mengikuti pegambilan sumpah pejabat negara oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak pihak menilai keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) me-reshuffle Kabinet Kerja pada Rabu (17/1) menguntungkan posisi Golkar di kabinet. Banyak pihak menilai Golkar sebagai partai yang 'menang banyak' dari reshuffle kemarin. Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran, Muradi mengakui hasil reshuffle kabinet kemarin merupakan kemenangan elektoral Golkar.

Posisi tawar secara politik Golkar dinilai semakin naik di mata Presiden Jokowi. Posisi Golkar yang mendapat jatah kursi menteri lebih ini, menurutnya, konsekuensi perubahan politik di internal Golkar setelah Setya Novanto tak lagi memimpin.

Komitmen Golkar mendukung pemerintah dibuktikan ketika pola koalisi Golkar dipegang oleh Airlangga. "Jaminan golkar tetap mendukung penuh Jokowi tetap aman. Karena itu harus ada kompensasi agar Golkar tetap setia kepada Jokowi. Yakni menambah kursi menteri dari Golkar," kata Muradi, Kamis (18/1).

Apalagi, kata dia, secara proporsiinalitas politik, Golkar merupakan partai pemenang pemilu nomor dua setelah PDIP. Tentu, jatah politiknya berbeda dengan partai lain pendukung pemerintah, seperti PKB, PAN, Nasdem dan lainnya. Karena itu, menurutnya dari sisi proporsionalitas politik jatah lebih bagi golkar hal yang wajar.

Namun, Muradi meyakini selain soal tambahan jatah kursi, ada pesan kuat yang ingin disampaikan Jokowi kepada Golkar. Dengan penambahan kursi ini Golkar harus secara total mendukung pemerintah dalam hal ini presiden Jokowi. "Golkar harus setia dengan Jokowi. Tidak boleh lagi ada manuver faksi-faksi politik di Golkar seperti partai pendukung pemerintah yang lain," ungkap Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK)ini.

Terkait jatuhnya nama menteri sosial ke sekjen Golkar Idrus Marham. Ia mengatakan pilihan ini dipahami, bahwa Jokowi tidak mungkin sama sekali membuang kelompok pendukung Setya Novanto (Setnov). Sebab dari kubu Setnov inilah, menurutnya dukungan Golkar ke Jokowi bermula.

"Karena itu posisi menteri jatuh pada Idrus Marham yang dikenal dekat dengan Setnov ketika ia menjabat sebagai Ketua Umum Golkar," terangnya.

TNI Masuk Kabinet

Dua sosok TNI yang masuk kabinet, yakni mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan menggantikan Teten Masduki dan Agum Gumelar menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Muradi menilai pilihan Presiden Jokowi ini mengakomodasi suara TNI untuk membuang persepsi publik bahwa pemerintah berseberangan dengan TNI.

Dua tahun terakhir terbangun opini seolah-olah TNI tidak berpihak kepada pemerintah Jokowi. Apalagi, ketika mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo digadang-gadang bakal menjadi pesaing Jokowi nanti pada 2019. "Persepsi itu harus dibalik dengan asumsi mengakomodir TNI masuk ke kabinet," ujarnya.

Dan dari sisi latar belakang, Moeldoko dan Agum Gumelar dianggap tidak punya rekam jejak bersebrangan dengan pemerintah. Dan yang paling menarik, menurutnya, masuknya tambahan unsur TNI ke kabinet ini untuk persiapan 2019. Ini cara Jokowi untuk melawan musuh politik gentar jelang 2019 mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement