Kamis 18 Jan 2018 14:03 WIB

Jatah Menteri Bertambah, akankah Golkar Berpaling dari Jokowi di 2019?

Rep: Tim Republika/ Red: Karta Raharja Ucu
Menteri Sosial Idrus Marham mengucapkan sumpah jabatan saat pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/1).
Foto:
Presiden Jokowi melantik Idrus Marham sebagai Mensos, Moeldoko sebagai Kepala KSP, Agum Gumelar sebagai Watimpres dan Marsekal Madya Yuyu Sutisna sebagai KSAU di Istana Negara, Rabu (17/1)

Di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/1), Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno menegaskan jika partainya tidak cemburu dengan keputusan presiden. Ia menegaskan perombakan kabinet merupakan hak sepenuhnya kewenangan Presiden Jokowi. PDIP, kata tia, tidak mempersoalkan penambahan menteri dari Golkar lantaran hal itu bagian memperkuat soliditas partai-partai pendukung Pemerintah sampai 2019.

"Apa yang perlu dipermasalahkan? Yang pertama ini hak prerogatif Presiden kemudian Presiden ingin membangun kerja sama partai partai pendukung pemerintah yang solid," ujar Hendrawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (17/1).

Hendrawan menilai kontribusi Partai Golkar dalam kerja sama cukup signifikan karena merupakan partai kedua terbesar setelah PDIP. Karenanya, ia menilai itu bagian pertimbangan masuknya penambahan Golkar dalam Kabinet Kerja.

"Itu sebabnya wajar Presiden memberi kursi tambahan. Tidak ada yang perlu diributkan sebenarnya," ujar Hendrawan.

Anggota Komisi XI DPR tersebut memandang tidak perlu ada yang dikhawatirkan dengan makin bertambahnya kader Golkar di Kabinet Jokowi-JK. Sebab, pihaknya menilai manajemen pemerintahan yang dibangun haruslah politik gotong royong.

"Itu sebabnya tidak perlu dipersoalkan seperti itu. Yang penting kerja sama partai pendukung pemerintah ini makin solid ya. Kalau ini lebih solid berarti sudah enteng. Kalau kita tidak mampu menciptakan soliditas kabinet, partai pendukung tentu stabilitas politik kita sulit tercapai," ujar Hendrawan.

Sementara Wakil Sekretaris Jenderal PKB Lukman Edy mengatakan tidak mempersoalkan pengganti Khofifah adalah dari Golkar Idrus Marham. Sebab menurutnya, Khofifah di dalam kabinet bukan merepresentasikan dari PKB, sehingga tidak harus penggantinya dari PKB.

"Khofifah tidak termasuk dalam representasi PKB. Kemudian kalau dalam masa reshuffle ini kemudian penggantinya Idrus marham, saya kira itu sekali lagi hak prerogatif presiden. Tapi kalau diambil dari sisi NU-nya tetaplah Pak Idrus Marham juga NU," ujar Lukman.

Penunjukan Idrus menjadi mensos menurut Pengamat politik dari Indonesia Public Institute, Karyono Wibowo, sinyal politik Presiden Jokowi ingin semakin 'mesra' dengan Partai Golkar. "Dengan masuknya Idrus Marham di kabinet pemerintahan menggantikan posisi Khofifah yang kini menjadi bakal calon Gubernur Jawa Timur, sementara Airlangga Hartarto tetap dipertahankan di kabinet, maka pesan politik yang dapat dibaca adalah adanya kecenderungan Presiden Joko Widodo semakin 'mesra' dengan Golkar," ujar Karyono dihubungi di Jakarta, Rabu (18/1).

Dia menilai, masuknya Idrus menjadi Menteri Sosial dalam perombakan terbatas bisa jadi merupakan hasil negosiasi politik di internal Golkar. "Boleh jadi posisi menteri tersebut sebagai kompensasi lepasnya posisi sekjen yang dijabat selama beberapa periode. Selain itu, kemungkinan ada 'deal' juga dengan dukungan Golkar ke Khofifah di Pilgub Jatim," kata Karyono.

Namun terlepas dari "deal" dan negosiasi politik di internal Golkar, dengan bertambahnya kader Golkar di kabinet, kata dia, Jokowi tengah berhitung posisi pemerintahannya masih aman. Sebab dengan masuknya Idrus di Kabinet, berarti ada tiga kader Golkar yang menjadi menteri. Hal itu semakin memastikan dukungan Golkar terhadap pemerintahan Jokowi.

Posisi Golkar diprediksi bakal semakin menguat dengan masuknya Idrus ke jajaran pembantu presiden. Presiden Jokowi dinilai ingin memberikan ruang besar bagi Golkar untuk memperkuat organisasi dengan imbalan tetap mendukung Jokowi pada Pilpres 2019.

Namun, dalam catatan perjalanan politik Indonesia, Golkar sering berpindah haluan. Pada Pilpres 2009 misalnya, Golkar mulanya mengusung Jusuf Kalla sebagai capres. Namun, saat SBY yang memenangkan Pilpres, Golkar merapat ke Cikeas dan mendapatkan kursi menteri di Kabinet Indonesia Bersatu jilid II.

Pada Pilpres 2014, Golkar merapat kepada Prabowo Subianto yang menjadi lawan Jokowi. Namun, akhirnya partai berlambang pohon beringin itu mendukung Jokowi dan mendapat kursi di kabinet.

Satu tahun jelang Pilpres 2019, meski sudah mendapatkan tambahan jatah menteri, akankah Golkar menyebrang dan tak mendukung Jokowi? Kita tunggu saja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement