Rabu 17 Jan 2018 16:31 WIB

Ada Orang Besar di Balik Pemecatan OSO

Rep: Ali Mansyur/ Red: Budi Raharjo
Anak-anak mengikuti kampanye terbuka Partai Hanura di Lapangan Blok S, Jakarta, Jumat (28/3).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Anak-anak mengikuti kampanye terbuka Partai Hanura di Lapangan Blok S, Jakarta, Jumat (28/3).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Salah seorang pendiri Partai Hanura, Djafar Badjeber menyampaikan dinamika yang sedang terjadi di Partai Hanura cukup mengagetkan kader, anggota dan masyarakat luas. Tidak ada hujan dan panas tiba-tiba meledak berita cukup bombastis, yaitu Ketua Umum Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) dipecat oleh DPP.

Djafar bahkan menyebut, ketua umum yang telah dipilih secara aklamasi justru mau dilengserkan dengan cara yang tidak bermartabat dan inskonstitusional. "Tampaknya mereka ini haus kekuasaan, dan kurang bersabar untuk menjadi elite partai," kata Djafar dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/1).

Menurut Djafar, alasan yang diungkapkan anggota yang mengaku kader partai bahwa Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) telah melanggar AD/ART sangat menggelikan.

"Mana pelanggaran itu? mengapa tidak dibicarakan melalui rapat terlebih dahulu? Kalau toh katakanlah ketum memiliki kekurangan dalam memimpin partai, akan tetapi momentum yang mereka persoalkan tidak tepat dilakukan saat ini, karena Partai Hanura akan mempunyai agenda besar yaitu pilkada, pileg dan pilpres," ungkap Djafar.

Lanjut Djafar, apa yang dilakukan kader yang secara sepihak memecat OSO tersebut, dinilai Djafar sebagai tindakan profokatif dan perusakan Partai Hanura secara sistematis. Dia berpendapat, bahwa upaya 'kudeta' sudah dirancang dua sampai dengan tiga bulan lalu.

Djafar menyebut, 'orang besar' di balik pemecatan tersebut tak rela melepaskan jabatan ketua umum kepada OSO. "Dari berbagai info dan statement beberapa orang yakin haqqul yakin bahwa beliau ini masih butuh 'mainan' dan untuk memperbanyak pundi-pundi," kata dia.

Selain itu, lanjut Djafar, Ketua Dewan Pembina Partai Hanura mengambil langkah preventif dengan mendorong musyawarah. Bukan justru menjadi regulator dengan menyatakan masalah tersebt dikembalikan ke AD/ART partai.

Djafar menilai pembangkangan ini sama halnya melemahkan Hanura. Mereka seharusnya belajar dengan dua atau tiga partai yang mengalami konflik dan sampai kini ada yang belum selesai.

"Agama menyuruh kita untuk musyawarah, apalagi nama partai ini Hati Nurani Rakyat. Pahami dan hayati itu dengan sungguh- sungguh. Dukungan Hanura kepada Joko Widodo bisa menjadi mentah dan buyar kalau Partai Hanura gagal sebagai peserta Pemilu legislatif dan Capres 2019," tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement