REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam beberapa persidangan terakhir mulai membeberkan proses awal aliran dana yang diduga diterima Setya Novanto. Namun, pengungkapan fakta aliran dana di persidangan hingga saat ini belum sampai pada uang yang diterima tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el itu.
Saksi-saksi yang dihadirkan jaksa KPK, pada beberapa sidang terakhir, berasal dari kalangan money changer, baik pengusaha ataupun pegawainya. Pada sidang Senin (16/1), terungkap, bahwa ada aliran dana kepada OEM Invesment, perusahaan milik Made Oka Masagung.
Salah satu saksi, Moni, yang merupakan pegawai money changer PT Berkat Omega Sukses Sejahtera, mengungkapkan, rekannya yang berasal dari money changer Raja Valuta, Deni Wibowo, sempat membeli dolar AS kepada dirinya, sebanyak 1,4 juta dolar AS.
"Belinya pakai rupiah, setelah dibayar, baru saya jalanin," tutur dia saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (15/1) kemarin. Namun, uang dolar AS yang dibeli Deni itu, diminta untuk dikirim ke rekening perusahaan OEM Invesment.
Moni mengaku tidak tahu alasan kenapa uang tersebut dikirim ke OEM. Sebab baginya, itu rahasia dapur Deni sehingga tidak etis jika ditanyakan. "Itu rahasia dapur mereka. Saya kasih harga, mereka kasih cash, lalu mereka kasih alamat ke kita," lanjut dia menjelaskan.
Pengiriman ke OEM itu dilakukan beberapa tahap. Tahap pertama, Moni mengirim 400 ribu dolar AS ke rekening OEM terlebih dulu, dengan menggunakan rekening Bank OCBC. Tahap berikutnya, mengirim 1 juta dolar AS dengan dua kali transfer yang masing-masingnya 500 ribu dolar AS.
Jaksa KPK, Irene Putri, menuturkan transaksi yang dilakukan antara Deni dan Moni belum selesai. Sebab masih ada kelanjutannya. Keterangan yang sedang digali untuk saat ini memang belum menyentuh ujung aliran dana. "Kita memulai menggali keterangannnya ini dari hilir," jelas dia.
Irene mengatakan, berbagai keterangan yang disampaikan kalangan money changer masih berlanjut dan akan memiliki keterkaitan dengan saksi-saksi berikutnya. Tim jaksa untuk sekarang ini masih mengecek berbagai transaksi awal sebelum uang mengalir jauh.
"Jadi enggak ada yang terlepas. Memang ini seolah-olah ada cerita yang terlepas, enggak begitu. Sambungannya ada," kata dia.
Irene juga mengakui, saksi dari kalangan money changer itu memang tidak ada yang mengenal atau berhubungan dengan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, keponakan Setya Novanto, ataupun dengan Novanto sendiri. Meski begitu, kehadiran saksi dari money changer ini untuk menerangkan bahwa benar ada transaksi. "Dan (menjelaskan) pembayaran untuk transaksi mitra dagang di Singapura itu dilakukan oleh PT Biomorf Mauritius," tutur dia.
Sementara itu, pada sidang 11 Januari lalu, juga dibeberkan soal Irvanto yang ingin membawa uang dolar AS ke Jakarta secara utuh, yakni tanpa ditukar dengan mata uang rupiah. Saksi yang dihadirkan saat itu adalah Riswan alias Iwan Barala, seorang marketing PT Inti Valuta Money Changer.
Riswan ini menyebutkan, Irvanto datang ke kantornya pada Januari 2012 dan membicarakan soal keinginannya membawa dolar AS ke Jakarta tanpa mengubah mata uang tersebut. "Dia (Irvanto) bilang ada dolar di luar negeri, cuma mau tukar, dia tak mau terima rupiah, jadi mau tetap terima dolar di Jakarta yang berasal dari luar negeri itu, namanya barter," ungkapnya.
Dalam kondisi itu, Riswan mengaku tidak bisa melakukan apa yang diinginkan Irvanto. Tapi dia punya rekan yang mungkin bisa membantu. Yuli Hira, namanya, dari PT Berkah Langgeng Abadi. "Dia (Yuli) bisa kirim dolar dari Singapura," tuturnya.
Total keseluruhan uang yang dibawa Irvanto sebesar 2,65 juta dolar AS dengan keuntungan senilai Rp 100 per dolar AS. PT Inti Valuta Money Changer mengambil untung Rp 60 atau total Rp 156 juta, dan PT Berkah Langgeng Abadi Rp 40 dari per dolar AS. Dalam kesaksiannya, Risman tidak pernah mengenal nama PT Biomorf Mauritius. Kemudian uang dolar yang telah dicairkan Iwan diambil oleh orang suruhan Irvanto dengan tiga kali pengambilan.
Dalam surat dakwaan Setya Novanto, disebutkan tiga pengusaha yang mengerjakan tender KTP-el, Andi Agustinus, Paulus Tannos, Anang Sugiana melakukan pertemuan di apartemen Pacific Place dan menyepakai fee sebesar 3,5 juta dolar AS untuk Setnov.
Pembayaran komisi tersebut akan direalisasikan oleh Direktur PT Quadra Solutions Anang Sugiana. Uang komisi tersebut diambil dari bagian pembayaran PT Quadra Solution kepada Johannes Marliem melalui perusahaan Biomorf Mauritius dan PT Biomorf Lone Indonesia.
Modus yang dilakukan adalah dengan mentransfer ke rekening Made Oka Masagung di Singapura dan yang akan menyerahkan kepada Novanto adalah Made Oka Masagung. Untuk itu Johanes Marliem akan mengirim beberapa invoice kepada Anang Sugiana sebagai dasar untuk pengiriman uang sehingga seolah-olah pengiriman uang tersebut merupakan pembayaran PT Quadra Solution kepada Biomorf Mauritius atau PT Biomorf Lone Indonesia.