REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan tersangka Fredrich Yunadi dan dokter Bimanesh Sutarjo dalam kasus dugaan perintangan proses hukum ini sebagai peringatan untuk tidak menyalahgunakan profesinya. Tindakan KPK diharapkan bisa menjadi peringatan bagi profesional untuk tidak sewenang-wenang menggunakan jasanya.
"Jadi tindakan KPK bisa diletakan sebagai peringatan bagi profesional-profesional, untuk tidak menyalahgunakan profesinya," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (14/1). Menurut Fickar, berbagai macam profesi dalam penegakan hukum memang potensial untuk disalahgunakan terutama sebagai "penjaga" tindak pidana pencucian uang. Kerentanan ini tidak hanya pada profesi yang independen, seperti advokat, akuntan, notaris, dokter, atau lainnya, tapi juga pada penegak hukum.
"Sangat potensial profesi-profesi dalam penegakan hukum disalahgunakan terutama sebagai "gate keeper" dalam tindak pidana pencucian uang. Tidak terbatas pada profesi yang independen, tetapi potensial terjadi dan dilakukan oleh penegak hukum sendiri," kata dia.
Fickar menjelaskan, yang ditekankan dalam pasal 16 UU Advokat itu pada kebebasan mengeluarkan pendapat dan bukan melakukan manipulasi supaya klien tidak dipanggil atau tidak diperiksa atau tidak ditahan. Namun jika ini yang dilakukan, maka tentu perbuatan tersebut bisa dikualifikasi sebagai tindakan melawan hukum.
Tak hanya advokat, lanjut Fickar, dokter pun demikian. "Karena itu, perbuatannya dapat dikualifikasi sebagai melawan hukum. Demikian halnya profesi kedokteran yang mempunyai standar profesinya, tetapi tetap harus dilakukan dengan itikad baik," katanya.
Fredrich Yunadi, mantan pengacara Setya Novanto, dan dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan proses hukum dalam kasus proyek pengadaan KTP-elektronik. Keduanya pun telah ditahan KPK.