Ahad 14 Jan 2018 10:02 WIB

PBNU Beberkan Hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama 2017

Rep: Novita Intan/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum PBNU, Kiai Said Aqil Siroj
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ketua Umum PBNU, Kiai Said Aqil Siroj

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bersilahturahmi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), kemarin Jumat (12/1). Dalam pertemuan tersebut, disampaikan hasil-hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama yang telah berlangsung akhir tahun lalu di Nusa Tenggara Barat.

Ketua PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan, ada beberapa isu nasional yang didiskusikan, seperti tentang keputusan Mahkamah Konstitusi menyangkut aliran kepercayaan, polemik LGBT, dan reforma agraria terkhusus point redistribusi lahan dan industrialisasi pertanian.

"Pada persoalan redistribusi lahan, saya menyampaikan kerisauan Nahdlatul Ulama atas fakta penguasaan jutaan hektare lahan oleh segelintir pengusaha. Karena itu, Nahdlatul Ulama siap mengawal pemerintah merealisasikan agenda pembaruan agraria, tidak terbatas pada program sertifikasi tanah, tetapi redistribusi tanah untuk rakyat dan lahan untuk petani," ujarnya kepada Republika.co.id, Jakarta, Ahad (14/1).

Menurutnya, kegiatan pembaruan agraria selama ini tidak berjalan baik karena Pemerintah tidak punya komitmen kuat menjadikan tanah sebagai hak dasar warga negara. Karena itu, pemerintah perlu segera melaksanakan program pembaruan agraria meliputi yang meliputi pembatasan penguasaan, kepemilikan dan masa pengelolaan tanah atau hutan; redistribusi tanah atau hutan dan lahan terlantar; pemanfaatan tanah/hutan dan lahan terlantar untuk kemakmuran rakyat; penetapan TORA (Tanah Objek Agraria) harus bersifat partisipatoris dan tidak bersifat top down; akurasi data TORA; pembentukan Badan Otorita ad hoc yang bertugas mengurus restrukturisasi agraria; dan dukungan instansi militer dan organisasi masyarakat sipil.

"Saya sampaikan kepada Pak Presiden, Khalifah Umar bin Khattab pernah membatasi hak atas tanah warganya. Saya juga menyampaikan keputusan lainnya, yaitu sektor pertanian dengan mempercepat proses industrialisasi pertanian," ucapnya.

Menurutnya, pemerintah perlu segera menempuh langkah-langkah, dimulai dengan pembagian lahan pertanian dan pencetakan sawah baru, peningkatan produktivitas lahan, perbaikan dan revitalisasi infrastruktur irigasi, proteksi harga pasca panen, perbaikan infrastruktur pengangkutan untuk mengurangi biaya logistik, dan pembatasan impor pangan, terutama yang bisa dihasilkan sendiri di dalam negeri.

Program pro-petani seperti pemberdayaan koperasi petani, kredit usaha petani, asuransi petani (menghadapi ekternalitas dan perubahan iklim), peningkatan kapasitas petani, inovasi teknologi pertanian, penciptaan pasar dan nilai tambah komoditas, penciptaan lahan pertanian, riset pertanian, dan menyiapkan lahirnya petani-petani baru.

"Presiden Jokowi memberikan atensi atas keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tersebut. Beberapa hal beliau sampaikan, di antaranya komitmen pemerintah untuk melakukan redistribusi lahan. Beliau telah memerintahkan jajaran Kementerian ATR/BPN untuk fokus melakukan identifikasi tanah HGU yang masa berlakunya telah habis dan tidak mengajukan perpanjangan sehingga bisa ditetapkan sebagai tanah telantar untuk dijadikan cadangan tanah negara," ucapnya.

Langkah lainnya bisa juga dengan cara mengurangi luas tanah HGU pada saat HGU yang jatuh tempo diperpanjang. Tanah-tanah tersebut bisa kita manfaatkan, didistribukan, diredistribusi kepada kelompok-kelompok masyarakat dari lapisan 40 persen masyarakat kita yang masih sangat memerlukan.

"Kata Pak Presiden Jokowi, saat ini, pemerintah sudah mengidentifikasi sekitar 12,7 juta hektare lahan dan yang sudah clear terdapat sekitar 4,5 juta hektare. Para pejabat perlu terbuka dan satu visi misi, termasuk para pejabat Badan Pertanahan Negara (BPN)," ungkapnya.

Berkaitan dengan industrialisasi pertanian, perikanan dan peternakan, Presiden Jokowi juga telah minta kepada pejabat terkait untuk mendukung masyarakat, mulai persoalan ketersediaan infrastruktur hingga permodalan. Perlu ada bisnis model yang disiapkan secara detail, misalnya kecukupan air, sirkulasi, perhitungan modal dan keuntungannya, pasar dan lainnya. Kementerian terkait hingga BUMN telah diterjunkan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement