REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengungkapkan, sejumlah istri bakal calon kepala daerah pada Pilkada 2018 berpotensi melakukan pelanggaran. Sebab para istri itu bekerja sebagai aparatur sipil negara (ASN).
"Kami punya puluhan daerah penyelenggara Pilkada di mana istri para bakal calon kepala daerahnya adalah ASN. Ini yang berpotensi menjadi persoalan pelanggaran di Pilkada tahun ini," ujar Rahmat dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (12/1).
Berdasarkan aturan UU PIlkada Nomor 10 Tahun 2016, pasangan calon kepala daerah dilarang melibatkan ASN, anggota TNI/Polri, kepala desa dan perangkat desa lainnya dalam Pilkada. Para istri yang suaminya maju sebagai calon kepala daerah tidak bisa lantas melakukan cuti demi mendukung suaminya.
Baca juga: 'Politik Uang Berkedok Kegiatan Agama Rawan di Pilkada 2018'
Di sisi lain, jika si istri melakukan cuti dan membantu kampanye suami pun tidak tepat, mengingat sumpah ASN juga menegaskan bahwa mereka tidak boleh berpihak. Bawaslu menyarankan bakal calon kepala daerah dan istri berhati-hati menempatkan diri selama pelaksanaan Pilkada 2018.
"Kami sudah menyarankan bagi para calon kepala daerah agar tidak membawa istrinya saat pedaftaran, juga dalam kampanye, istri boleh dibawa tapi ketika mau masuk panggung ya istri harus sudah keluar. Jadi istri hanya mengantar saja,” ujar Rahmat.
Dia menegaskan bahwa selama pelaksanaan Pilkada yang dibawa (ke publik) adalah program kerja, bukan keluarga. "Walau boleh menampilkan keluarga untuk mencitrakan kondisi kelaurganya baik, tetapi sebaiknya berhati-hati," lanjutnya.
Rahmat pun mengingatkan para istri calon kepala daerah tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengarah kepada kampanye. Misalnya kalau suami mendapat nomor urut dua, istri jangan ikut memasang nomor itu. Ia mengingatkan agar para istri berstatus ASN membaca kembali surat edaran KemenPAN - RB tentang larangan berfoto dengan calon kepala daerah.