Jumat 12 Jan 2018 06:07 WIB

Calon Kepala Daerah Perlu Debat Lebih Panjang

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Andi Nur Aminah
Debat Cagub-Cawagub Pilkada DKI 2017 (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Debat Cagub-Cawagub Pilkada DKI 2017 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua dewan perwakilan rakyat (DPR) Fahri Hazah menilai, pentingnya kandidat-kandidat calon kepala daerah diberi waktu yang lebih panjang untuk berdebat. Debat itu, Fahri mengatakan tidak sekali atau dua kali melainkan lebih banyak. Tujuannya, agar masyarakat lebih mengenal dan lebih mengetahui akan memilih mana yang akan dijadikan pemimipin di wilayahnya masing-masing.

"Kaderisasi partai politik itu adalah sekolah politik, sekolah calon pemimpin, kawah candradimuka bagi lahirnya para pemimpin. Oleh sebab itu seharusnya partai politik itu setia dengan kadernya, setia dengan bibit-bibit yang telah disemai di dalam partainya untuk kemudian dicalonkan menjadi pemimpin nasional," ujar Fahri Hamzah seusai acara diskusi Voxpol Center, Kamis (11/1).

Fahri menyayangkan sikap-sikap politik para kader partai. Ia mengatakan, seharusnya publik diberi kesempatan untuk lebih mengenal siapa seharusnya calon dari partai politik dan bagaimana koalisinya dari sejak awal. Sehingga publik juga mengalami pembiasaan untuk mengetahui para calon pemimpin.

Pendaftaran para calon pemimpin daerah menurutnya sudah seperti perekrutan tenaga kerja. Sangat disayangkan, padahal mereka memilih pemimpin yang dalam jangka waktu lama dan para pemimpin itu akan memutuskan kebijakan-kebijakan di wilayahnya masing-masing.

"Ini bukan pegawai, ini adalah pemimpin yang aspek pengaruh kepada masyarakatnya sangat luas. Satu sisi partai harus setia pada kaderisasinya, satu sisi publik harus lebih berkesempatan mengetahui siapa yang jadi calon," ujarnya.

Sebab, jika tidak, yang akan terjadi adalah awal dari korupsi yang merajalela. tterlebih lagi ditambah dengan pembiayaan-pembiayaan yang tidak jelas dan tidak transparan ke publik.

Dia mengatakan, beredar sampai ke telinganya masih banyak perihal jual beli kursi untuk menduduki kursi pemerintahan dan atau kepemimpinan daerah. Sehingga menurutnya hal tersebut perlu menjadi perhatian. "Banyak beredar, kalau kalah, kasihan hartanya habis. Kalau menang, syukurlah bisa kembali modal. Balik modal itu tidak dikenal di dunia politik. Sebab kami datang untuk mengabdi bukan mencari uang tambahan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement