Kamis 11 Jan 2018 09:37 WIB

Mati-matian Bela Setnov, Pengacara 'Benjol Sebesar Bakpao' Jadi Tersangka

Mantan Kuasa Hukum Setya Novanto Fredrich Yunadi
Foto:
Terdakwa kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto, bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Rabu (10/1).

Di tempat terpisah, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi, Fauzi Hasibuan menyayangkan penetapan status tersangka terhadap Fredrich. Ia menyebut KPK semestinya menyerahkan terlebih dulu persoalan hukum yang menyangkut Fredrich kepada organisasi advokat Peradi. Sebab, Fredrich, diakuinya, memang anggota Peradi.

"Harusnya diserahkan lebih dulu kepada organisasi, diperiksa terlebih dulu (oleh Peradi), baru diperiksa di KPK, untuk mengetahui bahwa dia melakukan tindakannya itu dengan itikad baik atau tidak. Ini yang paling tahu kan organisasinya," ujar dia kepada Republika.co.id, Rabu (10/1).

Fauzi menambahkan, penyerahan persoalan hukum Fredrich kepada Peradi yaitu seharusnya sebelum KPK menetapkannya sebagai tersangka. Ini patut dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada seluruh rangkaian Undang-undang yang mengatur tentang penegak hukum, baik itu advokat, jaksa, polisi ataupun KPK itu sendiri.

Pihak yang memeriksa Fredrich, jelas Fauzi, nantinya adalah Dewan Kehormatan Peradi. Dewan ini akan mencari tahu soal apakah ada kode etik yang dilanggar Fredrich atau tidak. Bila hasilnya menyatakan tidak ada pelanggaran kode etik, maka Fredrich lepas dari jeratan hukum.

"Jadi mestinya KPK harus meminta dulu kepada kita, barulah diproses (oleh KPK). Kalau dia memang terbukti di dalam organisasi dinyatakan sebagai orang yang telah tidak beritikad baik, baru dia diperiksa, tapi kalau dia melakukan tugasnya dengan itikad baik, dia (Fredrich) terhindar dari pelanggaran hukum," ujarnya.

Fauzi juga mengingatkan KPK bahwa profesi advokat mempunyai hak kekebalan. "Dalam artian menjalankan kegiatan advokatnya dengan beritikad baik, dia tidak boleh dipidana, diperdata, dan dituntut karena perdata atau dituntut karena pidana. Dan tidak boleh dituntut secara administratif. Itu hak kekebalan profesi yang diatur UU advokat," katanya.

Pembelaan lain juga datang dari Kuasa Hukum Fredrich, Supriyanto Refa. Menurut Supriyanto, sebagaimana pasal 16 UU advokat jo putusan MKRI No 26/PUU-XI/2013, advokat tidak dapat dituntut baik secara pidana maupun perdata sejak advokat menerima kuasa, tim hukum DPN Peradi dan 50.000 anggota advokat Peradi seluruh Indonesia akan membela Profesi advokat.

"Tindakan arogan KPK telah melecehkan profesi advokat dan profesi advokat terancam punah jika gaya membela advokat dianggap merintangi penyidikan, masalah ini tidak hanya masalah pribadi FY, tapi juga nasib advokat secara nasional," kata dia saat dikonfirmasi, Rabu (10/1).

Jika gaya membela advokat diasumsikan sebagai tindakan yang merintangi penyidikan, lanjut Supriyanto, itu berarti KPK mengerdilkan semangat pembelaan advokat. Di sisi lain, KPK dan advokat bergerak sama berdasarkan Undang-undang. Ia pun mempertanyakan KPK yang menetapkan tersangka terhadap Fredrich.

"Apakah kita membiarkan UU Advokat diinjak-injak KPK? Sebab, tidak ada upaya merintangi penyidikan yang dilakukan selama membela Pak SN, sebab keseluruhan yang ditampilkan di layar kaca adalah style atau gaya advokat. Apakah gaya pembelaan tersebut bisa diasumsikan sebagai tindakan merintangi penyidikan?" tutur dia.

Pernyataan Supriyanto pun dibantah KPK. Penetapan keduanya, menurut Basaria Panjaitan murni sebagai proses hukum dugaan menghalangi penyidikan Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek KTP-elektronik (KTP-el). "Tidak ada kriminalisasi. Jangan selalu salah menggunakan kriminalisasi," tegas Basaria di gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/1).

Menurut Basaria, suatu perbuatan bisa dianggap sebagai tindakan kriminalisasi jika tak ada bukti, namun tetap diproses hukum. Sementara, perbuatan yang dilakukan Yunadi, menurutnya telah memenuhi Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Kalau dua alat bukti itu sudah ada, kemudian unsur Pasal 21 itu, unsur deliknya sudah terpenuhi. Jadi pola pikirnya seperti itu. Jadi tidak ada KPK di sini utk kriminalisasi," tegasnya.

Selain itu, sambung Basaria, KPK telah berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maupun Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sebelum menetapkan Yunadi dan Bimanesh tersangka. "Koordinasi sudah dilakukan, sebelum dinaikkan ke tingkat penyidikan, pemanggilan terhadap 35 saksi, termasuk ahli. Jadi tidak ujug-ujug penyidik menaikkan ke penyidikan," tuturnya.

Sebelum Fredrich Yunadi ditetapkan sebagai tersangka, kata Basaria, lembaganya juga telah menerapkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 terhadap tersangka lainnya, yaitu Markus Nari anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar.

"Ini jelas ada pasalnya, pasalnya sudah ada pernah kami terapkan sebelumnya. Kalau dua alat bukti itu sudah ada kemudian unsur deliknya sudah terpenuhi silakan lanjut, pola pikirnya begitu. Saya ulang kembali tidak ada kriminalisasi," ungkap Basaria.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement