Kamis 11 Jan 2018 05:29 WIB

Megawati Ingatkan PDIP Soal Ketuhanan

HUT PDI Perjuangan. Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (keempat kiri), Sekjen Hasto Kristianto (ketiga kiri), Presiden Joko Widodo  (kelima kiri), Wakil Presiden Jusuf Kalla (kekeenam kiri) dan tokoh partai beserta ketum partai undangan berfoto usai memotong tumpeng saat peringatan HUT ke-45 PDI Perjuangan di Balai Sidang Jakarta, Rabu (10/1).
Foto: Republika/ Wihdan
HUT PDI Perjuangan. Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (keempat kiri), Sekjen Hasto Kristianto (ketiga kiri), Presiden Joko Widodo (kelima kiri), Wakil Presiden Jusuf Kalla (kekeenam kiri) dan tokoh partai beserta ketum partai undangan berfoto usai memotong tumpeng saat peringatan HUT ke-45 PDI Perjuangan di Balai Sidang Jakarta, Rabu (10/1).

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA -- Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengingatkan kadernya soal pentingnya sila pertama Pancasila dalam pidatonya pada peringatan HUT ke-45 PDIP, kemarin. Mega menegaskan, secara historis sila pertama menunjukkan bangsa Indonesia adalah bangsa yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

"Bagi Indonesia, ketuhanan adalah bintang penuntun utama sebagai bangsa yang mengejar kebajikan, bangsa yang mengejar kebaikan," kata Megawati di hadapan ribuan kader PDIP di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (10/1).

Presiden kelima RI tersebut juga mengingatkan, dalam pidato lahirnya Pancasila Proklamator Sukarno mengamanatkan, sila ini hendaknya menegaskan setiap orang bisa menyembah Tuhannya dengan leluasa, berkebudayaan. Selain itu, sila pertama itu juga menghendaki Indonesia jadi negara yang bertuhan. Ia menegaskan pengalaman tersebut sangat penting dalam kehidupan bernegara bangsa.

Megawati meyakini lima sila dalam Pancasila adalah jawaban terhadap permasalahan multidimensi dunia pada abad ke-21. Dia pun menegaskan Pancasila masih sangat relevan pada abad ini.

Perayaan HUT PDIP dihadiri ribuan kader dan para tokoh. Tampak hadir dalam acara tersebut, Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Mendikbud Muhadjir Effendy, Mendes Eko Putro Sandjojo, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, serta Menteri Koperasi dan UKM AA Puspayoga.

Hadir pula Ketua BPK Harry Azhar Azis, Jaksa Agung HM Prasetyo, Kepala BIN Budi Gunawan, Kepala BEKRAF Triawan Munaf, serta Wakil Presiden keenam Tri Sutrisno, juga beberapa petinggi partai politik.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiba didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kedatangan Presiden ini disambut oleh ribuan kader PDIP yang sudah hadir. Sorak sorai pun terdengar menyambut mereka.

Selain soal ketuhanan, Setidaknya ada tiga hal penting yang disampaikan Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya. Di antaranya, soal perilaku manusia pada abad ke-21, soal maraknya hoaks, dan kondisi masyarakat yang hidup pada zaman post-truth.

"Pada abad ke-21 saya menengarai munculnya satu historis paradoks," kata Megawati.

Ia menilai, saat ini manusia seakan hidup bersama dalam satu rumah besar, tapi miskin komunikasi dan interaksi sosial secara langsung. Selain itu, Mega juga menyoroti merebaknya hoaks di tengah masyarakat.

"Mereka yang seperti ini adalah seorang yang pengecut, tidak berjiwa kesatria," ujar Megawati diikuti sorak kader PDI Perjuangan yang hadir.

Selain itu, keterbukaan informasi belakangan juga melahirkan fenomena post-truth alias pascakebenaran. Ia menuturkan, muncul suatu iklim politik yang membuat emosi mengalahkan objektivitas dan rasionalitas serta masyarakat yang cenderung menolak verifikasi fakta.

Ia mencontohkan soal kabar terkait antara PDIP dan Partai Komunis Indonesia serta garis keturunan Presiden Jokowi. “Presiden kita yang seharusnya jadi simbol negara dikatakan PKI. Ibunya dikatakan orang Cina. Sampai saya bilang 'loh, saya kenal sama ibunya Pak Jokowi sebelum jadi presiden, jadi ibunya yang lain yang mana ya?" kata Megawati.

Terkait kondisi itu, Megawati meminta kader PDIP jangan kehilangan orientasi. “Pegang teguh ideologi Pancasila 1 Juni 1945. Jadikan Pancasila bintang penuntun. Enyahlah alam pikiran pragmatis, singkirkan mental individualis, jangan kompromi terhadap hal-hal prinsip. Gelorakan jiwa gotong royong. Nyalakan Suluh perjuangan, api pergerakan!” kata Megawati sembari tampak menahan tangis.

Presiden Joko Widodo dalam pidato sambutannya mengklaim, kehadiran PDIP telah memberikan sumbangsih bagi kemajuan bangsa Indonesia. Jokowi mengatakan, PDIP yang merupakan partai yang memperjuangkan wong cilik juga telah melahirkan banyak tokoh besar dan tokoh nasional.

"Kita semua bangga, PDIP telah membesarkan banyak tokoh lokal ataupun nasional. Telah menyumbangkan gagasan pembangunan, telah bekerja nyata untuk bangkitnya Indonesia raya," kata Jokowi.

Presiden mengatakan, dengan semangat gotong royong, PDIP terus melanjutkan kiprah Bung Karno serta memegang teguh cita-cita pendiri bangsa. Kehadiran PDIP juga disebutnya semakin memperkokoh Bhinneka Tunggal Ika. Karena itu, menurut Jokowi, Indonesia beruntung memiliki partai berlambang banteng tersebut.

"PDIP adalah pendukung penting visi dan pembangunan Indonesia-sentris, mendorong terwujudnya poros maritim dunia, dan pendukung pelaksanaan nawacita di seluruh nusantara," ujar Presiden.

Jokowi mengatakan, gotong-royong yang dilakukan oleh para kadernya membuat PDIP tetap kokoh berdiri selama 45 tahun ini. Dengan bergotong royong, sambungnya, Indonesia dapat berjuang dan mencapai tujuannya.

Kendati demikian, ia mengatakan, perjuangan bangsa ini masih belum selesai untuk mewujudkan negara yang maju dan bebas dari kemiskinan. Selain itu, Indonesia juga harus berkiprah dalam kepemimpinan dunia. Karena itu, Presiden pun meminta agar seluruh masyarakat terus bekerja keras memperjuangkan tujuan bangsa.

"Kita tak boleh berhenti bekerja untuk menghadirkan Pancasila, kita harus terus menerus menjaga persatuan Indonesia di tengah pilihan kerja sama politik yang berbeda-beda," ujar Presiden.

Sementara itu, pengamat politik Universitas Padjadjaran, Idil Akbar menilai di HUT ke-45, PDIP perlu mengambil pelajaran dari berbagai situasi terjadi belakangan ini. Artinya, pada tahun politik ini PDI Perjuangan perlu membaca kembali situasi dan dinamika politik dalam konteks yang lebih berguna untuk partai itu sendiri.

"Beberapa hasil survei masih mengatakan PDI Perjuangan masih cukup tinggi elektabilitasnya, lalu Pak Jokowi juga cukup tinggi, jadi hal semacam ini seharusnya jadi hal yang cukup penting bagi PDI Perjuangan sehingga bisa lebih konsisten di dalam menjalankan berbagai kebijakan-kebijakan, kemudian membawa perubahan yang lebih signifikan," kata Idil.

Selain itu, menurut Idil, jargon perjuangan wong cilik-nya juga harus lebih diperjelas dan dimajukan. Tidak hanya itu, PDIP juga harus mewaspadai ajakan di tengah masyarakat untuk tidak memilih partai itu pada Pemilu 2019.

"Ini kerugian besar bagi PDI Perjuangan. Jadi hal semacam inilah yang harus kemudian oleh PDI Perjuangan betul-betul dilihat lagi secara lebih saksama," ucapnya.

(febrianto adi saputro/dessy suciati saputri, pengolah: fitriyan zamzami).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement