Senin 08 Jan 2018 10:51 WIB

Mitsaqan Ghalidza dan Ikatan Suci Pernikahan

Pernikahan (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika
Pernikahan (ilustrasi)

Oleh: DR Ma'mun Murod Al-Barbasy, Dosen Uhamka, Jakarta.

Dalam Islam, pernikahan disebutnya sebagai mitsaqan ghalidza atau "perjanjian agung" (lihat dalam QS. Al-Nisa: 21). Sebagai sebuah perjanjian, maka ibarat perjanjian dalam bentuk apa pun itu bisa juga dipertahankan, dikoreksi sampai pada batas dibatalkan.

Namun harus diingat bahwa pernikahan dalam Islam bukan sembarang perjanjian, tapi "Perjanjian Agung", perjanjian yang dalam bahasa Alquran disejajarkan dengan mitsaqan ghalidza (Perjanjian Agung) antara Allah dengan para Rasul berpredikat Ulul Azmi: Nuh, Ibrahim' Musa, dan Isa (lihat QS. Al-Ahzab: 7) dan mitsaqan ghalidza antara Allah dengan Bani Israil yang kalau dalam Alquran diceritakan bahwa dalam melakukan perjanjian ini sampai-sampai Allah angkat Gunung Thursina di atas kepala Bani Israel (lihat QS. Al-Nisa: 154).


Dengan menyebut pernikahan sebagai mitsaqan ghalidza, artinya pernikahan bukan perjanjian yang bisa dimain-mainkan. Memperkuat firman-Nya, Rasul bahkan sampai bersabda bahwa perbuatan yang dibolehkan tapi paling dibenci Allah adalah perceraian.

Mendasarkan pada dua dalil naqli tersebut, maka dalam Islam, seseorang yang sudah terikat dalam sebuah pernikahan tak bisa main cerai seenaknya saja. Tak semestinya menjadikan pernikahan sebagai "barang mainan", yang seenaknya bisa dilempar, dibuang, dipecahkan atau bahkan dirusak.

Posisi pernikahan dalam Islam berbeda dengan perkawinan dalam Katolik maupun Kristen. Sepengetahuan saya, dalam teologi Katolik maupun Kristen, perkawinan itu bersifat abadi hingga maut menjemput.

Prinsip perkawinan ini setidaknya tergambar dalam "perjanjian perkawinan" dalam Katolik maupun Kristen. Karena prinsip perkawinan yang demikian, perceraian dalam perkawinan adalah hal yang tidak dibenarkan dalam Katolik maupun Kristen.


Tidak bermaksud kepo atas rumah tangga orang lain, membaca beberapa link berita terkait gugatan curai Ahok terhadap istrinya, saya dibuat kaget. Bukannya Ahok beragama Kristen yang taat tidak membenarkan adanya perceraian? Kok tiba-tiba ada berita terkait gugatan cerai dari Ahok terhadap istrinya. Karena prinsip perkawinan dalam Kristen, maka saya awalnya sama sekali tidak percaya berita terkait gugatan cerai tersebut.

Namun setelah membaca beberapa link berita mainstream, saya mulai percaya bahwa benar adanya gugatan cerai tersebut. Meskipun percaya, namun saya juga tidak serta-merta percaya bahwa gugatan cerai tersebut lazim sebagaimana gugatan perceraian lainnya karena misalnya sudah tidak ada kecocokan dalam rumah tangga.

Sebab, saya menilai, sebagai publik figur selama ini tak ada satu pun berita yang mengekspos cerita buruk terkait perkawinan atau suasana kehidupan keluarga Ahok yang dapat menjadi picu perceraian.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement