REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Aktivis yang peduli masalah sosial di Kabupaten Sukabumi kecewa dengan putusan bebas terhadap terdakwa kekerasan seksual anak. Putusan ini dinilai tidak adil dan sudah beberapa kali terjadi.
"Rasa sedih, marah, gemas dan bingung menjadi satu menyikapi putusan bebas ini," ujar Direktur Lembaga Penelitian Sosial dan Agama (Lensa) Sukabumi, Daden Sukendar kepada wartawan Jumat (5/1).
Ia menerangkan putusan bebas ini menyangkut kasus perkara pidana No.341/Pid.Sus/2017/PN.Cbd di Pengadilan Negeri (PN) Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Menurut Daden, terdakwa pelaku kekerasan seksual anak ini adalah BS (23 tahun) yang diputus bebas oleh majelis hakim PN Cibadak pada Kamis (4/1). Terdakwa kata dia diduga melakukan tindak pidana perkosaan terhadap RO (14) pelajar kelas 2 SMP di Sukabumi.
Korban, kata Daden, mendapatkan kekerasan seksual oleh empat orang laki-laki termasuk terdakwa BS. Sebenarnya, warga khususnya para penggiat sosial dan kemanusiaan berharap adanya sanksi hukuman yang maksimal bagi para pelaku.
Namun, harapan ini sirna dengan putusan dari majelis hakim. Korban dianggap tidak mendapatkan keadilan seperti yang diharapkan.
Menurut Daden, dengan putusan ini masyarakat bingung mau mengadu kemana lagi untuk mendapatkan keadilan. "Hanya kepada Allah SWT kami berharap para pelaku asusila itu mendapat ganjaran yang setimpal atas perbuatan kejinya," imbuh dia.
Daden mengungkapkan, putusan yang mengecewakan terhadap terdakwa kasus kekerasan seksual anak di Sukabumi ini sudah terjadi sebanyak tiga kali. Ketiga kasus kekerasan seksual anak ini didampingi dan dipantau proses hukumnya oleh Lensa Sukabumi. Menurutnya, jika terus terjadi maka dapat menjadi potret buram peradilan di Indonesia.
Kasus kekerasan seksual yang terjadi pada RO berlangsung pada 23 Februari 2017. Korban mendapatkan kekerasan seksual setelah para pelaku memberikan obat Tramadol.
Setelah dalam pengaruh obat, korban mendapatkan perlakukan asusila dari empat orang pelaku. Kasus ini pertama kali disidangkan pada 18 Agustus 2017.
Pada tuntutannya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 11 tahun penjara kepada terdakwa. Namun para pengacara terdakwa yang ditunjuk PN Cibadak melalui nota pembelaannya pada 20 Desember 2017 memohon hakim membebaskan terdakwa. Akhirnya, majelis hakim mengabulkan permohonan terdakwa dan menyatakan bebas pada 4 Januari 2018.
Advertisement