Kamis 04 Jan 2018 00:38 WIB

Kapolri Tolak Saran Ombudsman

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Gita Amanda
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menemui Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Amzulian Rifai di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (3/1).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menemui Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Amzulian Rifai di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (3/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan tidak bisa memenuhi permintaan Ombudsman untuk menciptakan indikator waktu dalam menangani suatu kasus. Sebab, suatu kasus menurut dia memiliki dinamika dan kesulitan tersendiri.

"Tidak bisa (membuat indikator waktu). Ya, kelemahan bidang reserse saya paham itu betul karena penanganan kasus. Penanganan kasus itu kadang sangat absurd relatif," ujar Tito di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (3/1).

Tito menyatakan, dalam menangani kasus ia tidak bisa memuaskan semua pihak, baik pelapor maupun terlapor. Ketika kasus berjalan tepat seringkali diprotes oleh pelapor. Sedang ketika suatu kasus dihentikan karena tidak memenuhi unsur pidana, pelapor kemudian marah dan mengadu pada pihak lain, seperti Ombudsman.

"Kayak gitu lah itu sering kali polisi pada posisi dilematis. Itu natural dan banyak terjadi, kita perbaiki SDM (Sumber Daya Manusia)-nya," kata Tito.

Tito justru menyoroti bagian Penganggaran Penyelenggara Kasus. Ia menginginkan sistem at cost sehingga penyidik memiliki keleluasaan dana dalam menangani kasus, tanpa harus terbentur batasan anggaran berdasarkan golongan kasus seperti yang diperlakukan Polri saat ini.

Sedangkan sebelumnya, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Adrianus Meliala mengungkapkan, Ombudsman menerima berbagai laporan terkait banyaknya penanganan kasus oleh Polri yang berlarut tertunda. Untuk itu Ombusman pun berharap pada Inspektorat Pengawas Umum Polri membuat parameter penganan kasus.

Adrianus mengungkapkan, parameter penanganan kasus dilakukan sesuai dengan skala kasus. Dalam hal ini, Bareskrim Mabes Polri menangani kasus dengan kompleksitas yang tinggi, dan semakin ke bawah kasus harus semakin mudah. Namun, saat ini menurut Adrianus, parameter waktu untuk kasus belum ada.

"Jadi mesti ada parameter dari segi waktu, seperti contoh misalnya kalau kasusnya penipuan itu berapa lama, kalau kasus misalnya korupsi berapa lama," ucap Adrianus.

Adrianus pun mengkritisi sikap Kapolri yang seolah menitikberatkan terhambat dan lambannya penanganan kasus pada sistem penganggaran. "Karena masalahnya bukan duit, Pak Kapolri seakan mereduksi ini semata soal duit, bukan. Dalam hal ini saya tidak sepakat dengan Kapolri," kata Adrianus pada Republika.co.id, Rabu (3/1).

Menurut Adrianus, terdapat beberapa hal yang juga menjadi komponen utama dalam memaksimalkan kinerja reserse dalam menuntaskan kasus. Adrianus menyoroti perlunya atensi, manajemen overload kasus, serta kemampuan sumber daya reserse, bukan hanya soal penganggaran. "Artinya, fifty-fifty lah, 50 persen bukan soal duit, 50 persen soal duit," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement