Rabu 03 Jan 2018 19:43 WIB

PBNU Dukung Pemberantasan Radikalisme yang Berkemanusiaan

Ketua PBNU Bidang Hukum Robikin Emhaz bersama Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dan Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini saat melakukan konferensi pers di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (3/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua PBNU Bidang Hukum Robikin Emhaz bersama Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dan Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini saat melakukan konferensi pers di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (3/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung pemberantasan radikalisme yang mengedepankan pendekatan kemanusiaan, dan bukannya melalui pendekatan kekerasan. "Pemerintah perlu bersikap dan bertindak tegas mengatasi persoalan radikalisme dengan tetap mengedepankan pendekatan kemanusiaan dan ketahanan lingkungan berbasis keluarga," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam Muhasabah 2017 dan Resolusi 2018 PBNU di Jakarta, Rabu (3/1).

Untuk itu, menurut Said Aqil, Kementerian Agama perlu mengambil peran lebih aktif sebagai pemimpin atau leading sector dalam penanganan radikalisme agama.

"Terutama mengembangkan wawasan keagamaan yang nasionalis melalui pembobotan kurikulum, peningkatan kapasitas tenaga pendidik, dan pengelolaan program strategis seperti bidik misi dan LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan)," katanya.

Selain itu, peran Unit Kerja Presiden untuk Pembinaan Ideologi Pancasila perlu dioptimalkan dalam pemantapan ideologi Pancasila di lingkungan aparatur sipil negara (ASN), kementerian dan lembaga-lembaga pemerintah nonkementerian, BUMN, dan TNI serta Polri. Menurut PBNU, untuk menangkal ideologi radikalisme harus melalui gerakan terstruktur, masif, dan komprehensif yang melibatkan berbagai aspek, yakni politik, keamanan, kultural, sosial-ekonomi, hingga agama.

"Faktor agama menyumbang radikalisme melalui pemahaman bahwa Islam menuntut institusionalisasi politik melalui negara Islam atau khilafah Islamiyah," kata Said Aqil.

Ajaran ini akan membuat orang Islam di mana pun untuk berontak terhadap kekuasaan yang sah meski kekuasaan itu tidak menghalangi bahkan memfasilitasi pelaksanaan ibadah seperti salat, puasa, zakat, dan haji. "Ideologi pemberontakan ini menghalalkan kekerasan yang bisa mewujud nyata jika kondisi politik dan kekuatannya memungkinkan," kata Said Aqil.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement