REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Hingga saat ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Malang telah meregistrasi 213 peninggalan. Namun sayangnya ratusan peninggalan ini belum ditetapkan secara resmi oleh Walikota Malang sebagai cagar budaya (CB).
"Itu belum penetapan, bertahap prosesnya," kata Kepala Disbudpar (Kadisbudpar) Kota Malang, Ida Ayu Made Wahyuni saat ditemui wartawan di tengah-tengah Rapat Paripurna DPRD Kota Malang, Rabu (3/1).
Seperti diketahui, Pemerintah Kota (Pemkot) Malang telah mengesahkan Perda Cagar Budaya di Gedung DPRD Kota Malang pada Rabu (3/1). Dengan adanya aturan itu, Pemkot menyatakan akan semakin memaksimalkan inventarisasi peninggalan sejarah di Malang. Salah satunya dengan membuat surat rekomendasi penetapan cagar budaya pada 213 peninggalan yang telah teregistrasi di data Disbudpar.
"Nanti ditetapkan apakah peninggalan itu masuk pada CB kota, provinsi maupun nasional. Kalau nasional berarti perawatannya masuk pada standar nasional," ujar Ida.
Dari 213 peninggalan, Ida menyebutkan, 136 patung atau batu berada di Museum Mpu Purwa. Kemudian tersebar juga di Gereja Kayutangan seperti peninggalan berupa lontar. Adapula yang dimiliki pribadi dan sudah memberikan komitmen untuk menjaganya, seperti Hotel Pelangi.
Dengan adanya penetapan sebagai cagar budaya, Ida menilai, peninggalan tersebut tentu akan semakin terlindungi. Bahkan, untuk peninggalan milik pribadi akan mengalami serupa karena mendapatkan perhatian dari Pemkot Malang. Dalam hal ini penghargaannya berupa biaya insentif dan perawatan.
Untuk bisa masuk sebagai cagar budaya, Ida menambahkan, peninggalan harus berusia minimal 50 tahun. Peninggalan setidaknya harus memiliki hubungan kuat dengan kesejarahan, keilmuan, pendidikan, keagamaan dan sebagainya. "Kalau tidak punya sejarah walaupun usianya sudah 50 tahun, itu berarti hanya bangunan tua," kata dia.