Rabu 03 Jan 2018 15:42 WIB

KASN: ASN Belum Bebas Sepenuhnya dari Intervensi Politik

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andi Nur Aminah
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Foto: Antara/ Jojon
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi mengungkapkan Aparatur Sipil Negara (ASN) di pemerintahan baik pusat ataupun daerah belum betul-betul terbebas dari intervensi pejabat politik seperti gubernur, bupati maupun wali kota. "Pejabat karir di kita itu belum betul-betul bebas dari intervensi pejabat politik, misalnya pegawai di kabupaten itu masih di bawah (kepala daerahnya), dan sangat ditentukan oleh pejabat politiknya, yakni kepala daerah," katanya kepada Republika.co.id, Rabu (3/1).

Akibatnya, apa yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil (PNS) di daerah itu masih kental dengan pengaruh pejabat politik atau kepala daerah. Pemerintah, menurut Sofian, masih perlu membangun kelembagaan atau sistem yang betul-betul memisahkan antara pejabat administrasi dan pejabat politik. "Sehingga tidak ada masalah pelanggaran netralitas selama Pilkada atau pemilihan umum," tutur dia.

Sofian juga mengakui masih ada potensi keberpihakan di kalangan ASN menjelang Pilkada Serentak 2018. Sebab, batas kewenangan antara pejabat politik dan administrasi di Indonesia masih belum jelas. "Potensinya memang ada karena birokrasi kita sekarang dalam keadaan belum ideal seperti di negara lain yang terpisah betul dari politik. Di kita itu batasnya masih enggak jelas," tutur dia.

Dalam sejarahnya, papar Sofian, keberadaan ASN di era Orde Baru memang dimanfaatkan sebagai kendaraan politik saat itu. Walhasil, potensi pelanggaran dan ketidaknetralan saat itu lebih besar dibanding sekarang. "Maka pengawasan kita sekarang diperketat," ujarnya.

Pengawasan yang dijalankan, lanjut Sofian, dengan menyampaikan informasi terkait sanksi yang dikenakan jika ada ASN yang terbukti melanggar. KASN juga siap menerima laporan dari berbagai pihak bila ada PNS yang tidak netral, lalu melakukan penindakan.

Surat edaran yang berisi peraturan Menpan-RB telah terbit. Surat itu mengingatkan seluruh PNS agar tetap netral pada momen penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018. Sanksi ringan jika melanggar yaitu berupa teguran, sanksi menengah berupa penurunan pangkat, dan sanksi berat yaitu pemberhentian atau pemecatan.

"Jadi kita mengawasi itu saja, memang besar kemungkinan terjadi pelanggaran dalam hal netralitas. Jadi peraturannya mengacu ke itu saja, peraturan Menpan itu," ungkapnya.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Asman Abnur telah membuat surat edaran terkait pelaksanaan netralitas ASN jelang Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu Serentak 2019. Surat tersebut bernomor B/71/M.SM.00.00/2017 dan dikeluarkan serta ditetapkan Asman pada 27 Desember 2017.

Surat telah dikirim kepada para pejabat negara mulai menteri Kabinet Kerja hingga gubernur, bupati dan wali kota, untuk dilaksanakan. Adapun isi surat edaran tersebut sebagai berikut.

1. PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik.

2. PNS dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

3. PNS dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

4. PNS dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

5. PNS dilarang menghadiri deklarasi bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan atau tanpa menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik.

5. PNS dilarang mengunggah, menanggapi atau menyebarluaskan gambar/foto bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah melalui media online maupun media sosial.

6. PNS dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan.

7. PNS dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement